MODEL PEMBELAJARAN
(ARTIKULASI,
DEBATE, TALKING STICK)
Oleh
Al Mukminin (14310047)
Haryadi Prabowo (14310057)
Zainul Ikwan (14310086)
IKIP PGRI BOJONEGORO
FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN
ILMU PENGETAUAN ALAM
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
2015
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji syukur dan kehadirat Allah Swt. yang telah melimpahkan rahmat, karunia, dan kasih sayang-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalahyang berjudul “Model Pembelajaran (Artikulasi, Debate, Talking Stick)”. Salawat serta salam semoga terlimpahkan kepada junjungan kita, Rasulallah Muhammad Saw. Yang telah menuntun kepada jalan kebenaran serta telah memberikan suri teladan yang baik.
Penyusunan makalah ini dimaksudkan untuk
melengkapi tugas matakuliah Belajar dan Pembelajaran Program Studi Matematika
Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam (FPMIPA) IKIP PGRI Bojonegoro.
Dalam penyusunan makalah ini penulis
merasa mendapat banyak bantuan, petunjuk, dan saran dari berbagai pihak, baik
secara langsung maupun tidak langsung, untuk itu pada kesempatan ini penulis
ingin menyampaikan terima kasih kepada:
1. Bapak
Sujiran, M.Pd. selaku Rektor IKIP PGRI Bojonegoro.
2. Ibu Dian
Nurul Safitri, M.Pd. selaku dosen Pembina matakuliah
Belajar dan Pembelajaran.
3. Teman-temanku
tingkat 2B yang telah membantu saya dalam berbagai hal.
Kepada
mereka semua, hanya ungkapan terima kasih dan doa yang dapat penulis
persembahkan. Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari
sempurna, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang
bersifat membangun. Akhir kata penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat
bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.
Bojonegoro, 02 Desember 2015
Penyusun
BAB I MODEL PEMBELAJARAN
Model
pembelajaran diartikan sebagai prosedur sistematis dalam
mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar. Dapat juga
diartikan suatu pendekatan yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran.
Model pembelajaran dapat diartikan dengan istilah sebagai gaya atau strategi yang dilakukan
oleh seorang guru dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar. dalam
penerapannya itu gaya yang dilakukan tersebut mencakup beberapa hal strategi
atau prosedur agar tujuan yang ingin dikehendaki dapat tercapai. Banyak para
ahli pendidikan mengungkapkan berbagai pendapatnya menganai pengertian model
pembelajaran.
Model pembelajaran tidak
terlepas dari kata strategi atau model pembelajaran identik dengan istilah
strategi. model pembelajaran dan strategi merupakan satu yang tidak dapat
dipisahkan. Keduanya harus beriringan, sejalan, dan saling mempengaruhi.
Istilah strategi itu sendiri dapat diuraikan sebagai taktik atau sesuatu kegiatan
pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran
dapat tercapai secara efektif dan efisien. Selain itu strategi dalam
pembelajaran dapat didevinisikan sebagai suatu perangkat materi dan prosedur
pembelajaran yang digunakan secara bersama-sama, terpadu untuk menciptakan
hasil belajar yang diinginkan guru pada siswa. agar tujuan
pendidikan yang telah disusun dapat secara optimal tercapai, maka
perlu suatu metode yang
diterapkan untuk merealisasikan strategi yang telah ditetapkan
tersebut. Dengan demikian dapat dijabarkan bahwa dalam
satu strategi pembelajaran menggunakan beberapa metode. Contohnya bila ingin
melaksanakan sebuah strategi ekspositori misalnya, dapat menggunakan metode
ceramah, metode tanya jawab, atau metode diskusi dengan memanfaatkan sumber
daya yang ada dan mudah didapatkan di sekitar sekolah yaitu bisa dengan
menambahkan media pembelajaran. Oleh sebab itu, strategi berbeda dengan metode.
Strategi lebih menunjukkan pada sebuah perencanaan
atau yang biasa dikenal dengan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), tentu dengan maksud untuk mencapai
sesuatu. sedangkan metode adalah suatu cara tersendiri yang dapat digunakan
untuk melaksanakan strategi. Dengan kata lain, strategi adalah a plan of operation achieving something,
sedangkan metode adalah a way in
echieving something.
Model-model pembelajaran
biasanya disusun berdasarkan berbagai prinsip atau teori pengetahuan. berbagai
ahli pendidikan menyusun model pembelajaran berdasarkan prinsip-prinsip
pembelajaran, teori-teori psikologis, sosiologis, analisis sistem, atau
teori-teori lain yang mendukung dalam model-model pembelajaran ini banyak
diamati oleh peneliti Joyce & Weil. Mereka mempelajari dan menerapkan
berbagai model pembelajaran berdasarkan teori belajar yang kemudian
dikelompokkan menjadi empat model pembelajaran. dan mengemukakan bahwa model pembelajaran adalah suatu
rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana
pembelajaran jangka panjang), merancang bahan-bahan pembelajaran, mendidik dan membimbing siswa terhadap pembelajaran di kelas.
Saat
ini telah banyak dikembangkan berbagai macam model pembelajaran, dari
yang sederhana sampai model yang agak kompleks dan rumit karena memerlukan
banyak alat bantu dalam penerapannya.
1. Pengertian Model Pembelajaran menurut para ahli
1. Model
pembelajaran menurut Kardi dan Nur ada lima model pemblajaran
yang dapat digunakan dalam mengelola pembelajaran, yaitu: pembelajaran
langsung; pembelajaran kooperatif; pembelajaran berdasarkan masalah; diskusi;
dan learning strategi.
2. Menurut
Dedi Supriawan dan A. Benyamin Surasega (1990) mengetengahkan 4 (empat)
kelompok model pembelajaran, yaitu: (1) model interaksi sosial; (2) model
pengolahan informasi; (3) model personal-humanistik; dan (4) model modifikasi
tingkah laku. Kendati demikian, seringkali penggunaan istilah model
pembelajaran tersebut diidentikkan dengan strategi pembelajaran.
3. Menurut
E. Mulyasa (2003) mengetengahkan lima model pembelajaran yang dianggap sesuai
dengan tuntutan Kurikukum Berbasis Kompetensi; yaitu : (1) Pembelajaran
Kontekstual (Contextual Teaching Learning); (2) Bermain Peran (Role Playing);
(3) Pembelajaran Partisipatif (Participative Teaching and Learning); (4)
Belajar Tuntas (Mastery Learning); dan (5) Pembelajaran dengan Modul (Modular
Instruction).
4. Menurut
Joyce dan Weil (1986: 14-15) mengemukakan bahwa setiap model belajar mengajar
atau model pembelajaran harus memiliki empat unsur berikut.
1.
Sintak (syntax) yang merupakan fase-fase
(phasing) dari model yang menjelaskan model tersebut dalam pelaksanaannya
secara nyata (Joyce dan Weil, 1986:14). Contohnya, bagaimana kegiatan
pendahuluan pada proses pembelajaran dilakukan? Apa yang akan terjadi
berikutnya?
2. Sistem
sosial (the social system) yang menunjukkan peran dan hubungan guru dan siswa
selama proses pembelajaran. Kepemimpinan guru sangatlah bervariasi pada satu
model dengan model lainnya. Pada satu model, guru berperan sebagai fasilitator
namun pada model yang lain guru berperan sebagai sumber ilmu pengetahuan.
3. Prinsip
reaksi (principles of reaction) yang menunjukkan bagaimana guru memperlakukan
siswa dan bagaimana pula ia merespon terhadap apa yang dilakukan siswanya. Pada
satu model, guru memberi ganjaran atas sesuatu yang sudah dilakukan siswa
dengan baik, namun pada model yang lain guru bersikap tidak memberikan
penilaian terhadap siswanya, terutama untuk hal-hal yang berkait dengan
kreativitas.
4. Sistem
pendukung (support system) yang menunjukkan segala sarana, bahan, dan alat yang
dapat digunakan untuk mendukung model tersebut.
5.
Menurut Toeti Soekamto dan Winataputra
(1995:78) mendefinisikan ‘model pembelajaran’ sebagai kerangka konseptual yang
menggambarkan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman
belajar bagi para siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran dan berfungsi
sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam
merencanakan dan melaksanakan aktivitas belajar mengajar.
2. Ciri-ciri Model Pembelajaran
Ada
beberapa ciri-ciri
model pembelajaran secara khusus diantaranya adalah :
- Rasional teoritik yang logis yang disusun oleh para pencipta atau pe;ngembangnya.
- Landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa belajar.
- Tingkah laku mengajar yang diperlukanagar model tersebut dapat dilaksanakandengan berhasil.
- Lingkungan belajar yang duperlukanagar tujuan pembelajaran dapat tercapai.
Dengan
demikian dapatlah disimpulkan bahwa model-model pembelajaran merupakan kerangka
konseptual sedangkan strategi lebih menekankan pada penerapannya di kelas
sehingga model-model pembelajaran dapat digunakan sebagai acuan pada kegiatan
perancangan kegiatan yang sistematik dalam mengkomunikasikan isi pelajaran
kepada siswa untuk
BAB II Model Pembelajaran Artikulasi
1. Pengertian Model Pembelajaran Artikulasi
Model pembelajaran Artikulasi
merupakan model yang prosesnya seperti pesan berantai, artinya apa yang telah
diberikan Guru, seorang siswa wajib meneruskan menjelaskannya pada siswa lain
(pasangan kelompoknya). Di sinilah keunikan model pembelajaran ini. Siswa
dituntut untuk bisa berperan sebagai ‘penerima pesan’ sekaligus berperan
sebagai ‘penyampai pesan.’
Model pembelajaran artikulasi
merupakan model pembelajaran yang menuntut siswa aktif dalam pembelajaran
dimana siswa dibentuk menjadi kelompok kecil yang masing-masing siswa dalam
kelompok tersebut mempunyai tugas mewawancarai teman kelompoknya tentang materi
yang baru dibahas. Konsep pemahaman sangat diperlukan dalam mode pembelajaran
ini.
Artikulasi adalah perangkat
alat-alat ucap atau alat-alat bicara dimana hasil mekanisme kerjanya
memproduksi suara atau bunyi bahasa yang memiliki sifat-sifat khusus. Sehingga
bunyi yang dihasilkan antara satu dengan yang lainnya berbeda.
Artikulasi atau articulate,
terjemahan dalam kamus diartikan sebagai hal yang nyata, sesuatu yang benar
diujarkan. Ujaran atau ucapannya benar menurut pembentukan pola ucapan setiap
bunyi bahasa untuk membentuk kata. Istilah artikulasi digunakan di lapangan
dengan tidak dipermasalahkan, yang penting pelayanannya bisa dilakukan efektif
kepada anak dengan tujuan agar upaya latihan ucapan dapat meningkatkan kekayaan
dan kemampuan berbahasa anak .
Kaitannya dengan pelaksanaan
latihan/pembelajaran ucapan atau artikulasi tadi diartikan sebagai upaya agar
anak pandai mengucapkan kata-kata atau bicara. Anak dilatih dengan harapan akan
mampu dalam mengucapkan/mengujarkan kata-kata menjadi jelas pola ucapannya.
Artikulasi atau articulate,
terjemahan dalam kamus diartikan sebagai hal yang nyata, sesuatu yang benar
diujarkan. Ujaran atau ucapannya benar menurut pembentukan pola ucapan setiap
bunyi bahasa untuk membentuk kata. Istilah artikulasi digunakan di lapangan
dengan tidak dipermasalahkan, yang penting pelayanannya bisa dilakukan efektif
kepada anak dengan tujuan agar upaya latihan ucapan dapat meningkatkan kekayaan
dan kemampuan berbahasa anak .
Kaitannya dengan pelaksanaan
latihan/pembelajaran ucapan atau artikulasi tadi diartikan sebagai upaya agar
anak pandai mengucapkan kata-kata atau bicara. Anak dilatih dengan harapan akan
mampu dalam mengucapkan/mengujarkan kata-kata menjadi jelas pola ucapannya.
Sarana dan prasarana pembelajaran
Artikulasi. Banyak faktor yang mempengaruhi kualitas pembelajaran artikulasi. Diantaranya
yaitu:
1.
faktor anak
dengan segala karakteristiknya, seperti perkembangan,
kognisi, mental, emosi, social serta kepribadiannya.
2.
faktor
instrumental input, yaitu kualifikasi serta kelengkapan sarana yang diperlukan
dalam pembelajaran, meliputi guru, metode, teknik, dan media, bahan sumber
belajar, program dan tugas-tugas.
3.
faktor
instrumental, yaitu situasi dan keadaan fisik, seperti letak sekolah, iklim,
hubungan antar siswa-guru, siswa dengan orangtua, dan siswa dengan orang lain.
Metode artikulasi motokinestetik
dikembangkan oleh Young dan Hawk (1938). Metode artikulasi motokinestetik
adalah metode artikulasi yang penerapanya langsung digerakan secara eksternal
pada bagian mulut, rahang, dan leher oleh terapis wicara. Tujuan metode
motokinestetik adalah untuk mencegah pembelajaran artikulasi yang salah dan
untuk memperbaiki artikulasi yang salah.
Seseorang dengan gangguan
pendengaran yang ringan masih memiliki kemampuan pendengaran yang tergantung
pada sinyal auditori yang diterima sebagai dasar terbentuknya suatu informasi.
Hal ini memungkinkan seorang dengan gangguan pendengaran ringan masih bisa
tertolong dengan menggunakan alat bantu dengar. Hal tersebut dapat memungkinkan
bertambahnya informasi dari luar, tergantung pula kemampuan dirinya dalam
menyimpulkan sinyal akustik langsung, dimana sisa gerakan amplitude dan
frekuensi yang tidak cukup untuk sebuah pengertian yang adekuat dari sebuah
pesan atau informasi.
Jika gangguan pendengarannya
sangatlah serius akan terjadi kegagalan dalam menerima sinyal yang cukup untuk
sebuah pemahaman. Dalam kasus yang berat proses rehabilitasi dari fungsi
pendengaran yang dihasilkan dari proses amplification sangatlah sedikit sekali
informasi tambahan yang diterima. Tetapi pendekatan yang alamiah untuk
rehabilitasi gangguan pendengaran menekankan bahwa rehabilitasi pada gangguan
pendengaran tidak merubah struktur pemulihan suatu program. Hanya relative
emphasize akan menjadi penempatan dalam latihan auditori dan visual yang dapat
memberi perubahan (Sanders, 1971).
2. Ciri-ciri
Karakter yang ada pada diri siswa setelah proses
belajar dengan menggunakan model artikulasi ini adalah sebagai berikut :
1.
Siswa
menjadi lebih mandiri
2.
Siswa
bekerja dalam kelompok untuk menuntaskan materi belajar .
3.
Penghargaan
lebih berorientasi kelompok ketimbang individu
4.
Terjadi
interaksi antar siswa dalam kelompok kecil
5.
Terjadi
interaksi antar kelomppok kecil yang satu dengan lainnya.
6.
Tiap siswa
mempunyai kesempatan berbicara atau tampil dimuka kelas untuk menyampaikan
hasil diskusi kelompok mereka.
3. Langkah-langkah
Model pembelajaran Artikulasi
prosesnya seperti pesan berantai, artinya apa yang telah diberikan Guru,
seorang siswa wajib meneruskan menjelaskannya pada siswa lain (pasangan
kelompoknya). Di sinilah keunikan model pembelajaran ini. Siswa dituntut untuk
bisa berperan sebagai ‘penerima pesan’ sekaligus berperan sebagai ‘penyampai
pesan.’
Langkah-langkah atau sintak model pembelajaran Artikulasi
adalah sebagai berikut :
1.
Guru
menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai.
2.
Guru
menyajikan materi sebagaimana biasa.
3.
Untuk
mengetahui daya serap siswa, bentuklah kelompok berpasangan dua orang.
4.
Menugaskan
salah satu siswa dari pasangan itu menceritakan materi yang baru diterima dari
guru dan pasangannya mendengar sambil membuat catatan-catatan kecil, kemudian
berganti peran. Begitu juga kelompok lainnya.
5.
Menugaskan
siswa secara bergiliran/diacak menyampaikan hasil wawancaranya dengan teman
pasangannya sampai sebagian siswa sudah menyampaikan hasil wawancaranya.
6.
Guru
mengulangi/menjelaskan kembali materi yang sekiranya belum dipahami siswa.
7.
Kesimpulan/penutup.
4. Penerapan di Kelas
Model pembelajaran artikulasi tentu
memiliki beberapa perbedaan dengan model pembelajaran lainnnya. Tetapi
model artikulasai dapat digunakan dengan memadukan model ini dengan model yang
lain. Contohnya : “Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Artikulasi”
Pembelajaran kooperatif tipe
artikulasi merupakan model pembelajaran yang menuntut siswa aktif dalam
pembelajaran dimana siswa dibentuk menjadi kelompok kecil yang masing-masing
siswa dalam kelompok tersebut mempunyai tugas mewawancarai teman kelompoknya
tentang materi yang baru dibahas.Pembelajaran kooperatif tipe artikulasi
prosesnya seperti pesan berantai, artinya apa yang telah diberikan guru,
seorang siswa wajib meneruskan menjelaskannya pada siswa lain (pasangan
kelompoknya). Disinilah keunikan model pembelajaran ini. Siswa dituntut untuk bisa
berperan sebagai “penerima pesan” sekaligus berperan sebagai “penyampai pesan”.
Perbedaan model artikulasi ini
dengan model lainnya adalah penekanannya pada komunikasi anak kepada
teman satu kelompoknya karena disana ada proses wawancara pada teman satu
kelompoknya, serta cara tiap anak menyampaikan hasil diskusinya di depan
kelompok yang lain, karena, setiap anak memiliki kesempatan untuk menyampaikan
pendapat kelompoknya. Kelompok dalam artikulasipun biasanya hanya terdiri atas
dua orang yakni dalam satu kelompok terbentuk atas teman satu mejanya.
5. Kelebihan dan kekurangan
Pada setiap teori-teori yang
dikemukakan oleh berbagai pendapat ahli mengenai kegiatan suatu pembelajaran.
Pasti memiliki tujuan-tujuan yang ingin dicapai sehingga muncul kelebihan-kelebihan
dari metode pembelajaran tersebut dari metode pembelajaran lainnya, yang pasti
disamping terdapat kelebihan pada metode tersebut aka nada pula kelemahan dari
metode belajar tersebut. Begitu pula dengan pembelajaran dengan menggunakan
metode artikulasi.
Berikut ini adalah kelebihan maupun kekurangan dari
metode artikulasi :
1. Kelebihannya:
a) Semua siswa
terlibat (mendapat peran)
b) Melatih
kesiapan siswa
c) Melatih daya
serap pemahaman dari orang lain
d) Cocok untuk
tugas sederhana
e) Interaksi
lebih mudah
f) Lebih mudah
dan cepat membentuknya
g) Meningkatkan
partisipasi anak
2. Kelemahannya:
a) Untuk mata
pelajaran tertentu
b) Waktu yang
dibutuhkan banyak
c) Materi yang
didapat sedikit
d) Banyak
kelompok yang melapor dan perlu dimonitor
e) Lebih
sedikit ide yang muncul
f) Jika ada
perselisihan tidak ada penengah
BAB III MODEL PEMBELAJARAN DEBATE
1. Pengertian Model Pembelajaran Debate
Model pembelajaran debate merupakan
salah satu metode pembelajaran yang sangat penting untuk meningkatkan kemampuan
akademik siswa. Materi ajar dipilih dan disusun menjadi paket pro dan kontra.
Siswa dibagi ke dalam dua kelompok yang duduknya berhadapan, satu kelompok
mengambil posisi pro dan satu kelompok lainnya dalam posisi kontra.
Selanjutnya antara kelompok pro dan kontra saling melakukan perdebatan tentang
topik yang ditugaskan / diberikan. Laporan masing-masing kelompok yang
menyangkut kedua posisi pro dan kontra diutarakan sesuai pendapat masing-masing
kelompok dengan dibimbing oleh guru yang akhirnya dapat ditarik suatu
kesimpulan. kemudian guru dapat mengevaluasi setiap siswa tentang penguasaan
materi yang meliputi kedua posisi tersebut dan mengevaluasi seberapa efektif
siswa terlibat dalam prosedur debat.
Pada dasarnya, model
pembelajaran debate ini merupakan pembelajaran kooperatif, dimana
harus melibatkan materi ajar yang memungkinkan siswa saling membantu dan
mendukung ketika mereka belajar materi dan bekerja saling tergantung
(interdependen) untuk menyelesaikan tugas. Keterampilan sosial yang dibutuhkan
dalam usaha berkolaborasi harus dipandang penting dalam keberhasilan
menyelesaikan tugas kelompok. Ketrampilan ini dapat diajarkan kepada siswa dan
peran siswa dapat ditentukan untuk memfasilitasi proses kelompok. Peran
tersebut mungkin bermacam-macam menurut tugas, misalnya, peran pencatat
(recorder), pembuat kesimpulan (summarizer), pengatur materi (material
manager), atau fasilitator dan peran guru bisa sebagai pemonitor proses
belajar.
Dalam model
pembelajaran debate siswa juga dilatih bagaimana mengeluarkan pendapat
seperti dalam model pembelajaran Think Pair and Share, perbedaannya adalah
dalam model pembelajaran debate situasi pembelajaran disengaja dibuat 2 kelompok
yang berseberangan (pro dan kontra). Siswa dilatih mengutarakan
pendapat/pemikirannya dan bagaimana mempertahankan pendapatnya dengan
alasan-alasan yang logis dan dapat dipertanggungjawabkan. Bukan berarti
siswa diajak saling bermusuhan, melainkan siswa belajar bagaimana menghargai
adanya perbedaan.
2. Ciri-ciri
Ciri-ciri
debat, yaitu:
- Terdapat dua sudut pandang, yaitu affirmatif (pihak yang menyetujui topik) dan negatif (pihak yang tidak menyetujui topik).
2.
Adanya suatu proses saling mempertahankan pendapat
antara kedua belah pihak.
3.
Adanya saling adu argumentasi yang tujuannya untuk
memperoleh kemenangan.
4.
Hasil debat diperoleh melalui voting atau keputusan
juri.
5.
Sesi tanya jawab bersifat terbatas dan bertujuan untuk
menjatuhkan pihak lawan.
6.
Adanya pihak yang berperan sebagai penengah yang
biasanya dilakukan oleh moderator.
Etika Berdebat:
Dalam berdebat, harus diperhatikan beberapa etika, yaitu:
1.
Berfikir logis dan memiliki pengetahuan yang mendukung
permasalahan yang dibahas dalam debat.
2.
Mampu berbahasa dengan baik, benar dan komunikatif
serta tanggap terhadap respon yang diterima.
3.
Dilarang menyangkut pautkan pembahasan dengan SARA.
3. Langkah-langkah
Langkah-langkah model pembelajaran debate
adalah sebagai berikut :
1. Guru membagi
siswa menjadi 2 kelompok peserta debat, yang satu pro dan yang lainnya kontra dengan duduk berhadapan antar kelompok.
2. Guru
memberikan tugas untuk membaca materi yang akan diperdebatkan oleh kedua
kelompok diatas.
3. Setelah
selesai membaca materi, Guru menunjuk salah satu anggota kelompok pro untuk
berbicara saat itu, kemudian setelah selesai ditanggapi oleh kelompok kontra.
Demikian seterusnya sampai sebagian besar siswa bisa mengemukakan pendapatnya.
4. Inti/ide-ide
dari setiap pendapat atau pembicaraan di tulis di papan pendapat sampai mendapatkan sejumlah ide yang diharapkan.
5. Guru
menambahkan konsep/ide yang belum terungkapkan.
6. Dari
data-data yang diungkapkan tersebut, guru mengajak siswa membuat
kesimpulan/rangkuman yang mengacu pada topik yang ingin dicapai.
4. Penerapan di Kelas
Pembentukan pola pikir kritis dan
kerja sama antar kelompok dapat lebih ditingkatkan dengan menerapkan model
pembelajaran debat di kelas. Kelebihan model ini lebih banyak mengeksplorasi
kemampuan siswa dari segi intelektual dan emosi siswa dalam kelompok kerjanya,
sehingga pembentukan kerja sama antarsiswa, pola pikir kritis, dan pemahaman
etika dalam berpendapat dapat diperoleh dalam pembelajaran di kelas.
Namun disamping berbagai kelebihan
yang diberikan oleh model pembelajaran debat ini, ada beberapa kekurangan yang
memerlukan peran dari seorang guru untuk mereduksinya.
Beberapa hasil penelitian menunjukkan
efektivitas metode pembelajaran debat dalam meningkatkan partisipasi siswa.
Dilihat dari hasil kedua penelitian
tersebut terlihat bahwa tidak semua materi pembelajaran cocok dapat
meningkatkan partisipasi dan pemahaman bioetika siswa. Oleh karena itu, tema/materi pembelajaran harus
dipilih sedemikian rupa sehingga debat yang terjadi dapat menimbulkan interaksi
positif di dalam kelas dan menarik untuk siswa yang melaksanakannya.
5. Kelebihan dan Kekurangan
a. Kelebihan/keunggulan Model Pembelajaran Debate:
a.
Memacu siswa aktif dalam pembelajaran
b.
Meningkatkan kemampuan siswa dalam berkomunikasi
secara baik
c.
Melatih siswa untuk mengungkapkan pendapat
disertai alasannya
d.
Mengajarkan siswa cara menghargai pendapat orang
lain
e.
Tidak membutuhkan banyak media
b. Kekurangan/kelemahan
Model Pembelajaran Debate:
a.
Tidak bisa digunakan untuk semua mata pelajaran
(mata pelajaran tertentu saja).
b.
Pembelajaran kurang menarik (cukup monoton)
karena hanya adu pendapat dan menggunakan banyak media.
c.
Membutuhkan waktu yang cukup lama, karena siswa
harus memahami materi terlebih dahulu sebelum melakukan debat.
d. Siswa menjadi takut dan tertekan karena harus bisa berkomunikasi secara
langsung untuk mengungkapkan pendapatnya.
BAB IV MODEL PEMBELAJARAN TALKING STICK
1. Pengertian Model Pembelajaran Talking Stick
Model pembelajaran Talking Stick
berkembang dari penelitian belajar kooperatif oleh Slavin Pada tahun
1995. Model ini merupakan suatu cara yang efektif untuk melaksanakan
pembelajaran yang mampu mengaktifkan siswa. Dalam model pembelajaran ini
siswa dituntut mandiri sehingga tidak bergantung pada siswa yang lainnya. Sehingga
siswa harus mampu bertanggung jawab terhadap diri sendiri dan siswa juga harus
percaya diri dan yakin dalam menyelesaikan masalah.
Model pembelajaran Talking Stik
adalah suatu model pembelajaran kelompok dengan bantuan tongkat, kelompok yang
memegang tongkat terlebih dahulu wajib menjawab pertanyaan dari guru setelah
siswa mempelajari materi pokoknya, selanjutnya kegiatan tersebut diulang
terus-menerus sampai semua kelompok mendapat giliran untuk menjawab pertanyaan
dari guru.
Dalam penerapan model pembelajaran
Kooperatif Tipe Talking Stik ini, guru membagi kelas menjadi kelompok-kelompok
dengan anggota 5 atau 6 orang yang heterogen. Kelompok dibentuk dengan
mempertimbangkan keakraban, persahabatan atau minat, yang dalam topik
selanjutnya menyiapkan dan mempersentasekan laporannya kepada seluruh kelas.
Model pembelajaran talking stick merupakan
salah satu dari model pembelajaran kooperatif, guru memberikan siswa kesempatan
untuk bekerja sendiri serta bekerja sama dengan orang lain dengan cara mengoptimalisasikan
partisipasi siswa (Lie, 2002: 56). Kemudian menurut Widodo (2009) mengemukakan
bahwa talking stick merupakan suatu model pembelajaran yang menggunakan
sebuah tongkat sebagai alat penunjuk giliran. Siswa yang mendapat tongkat akan
diberi pertanyaan dan harus menjawabnya. Kemudian secara estafet tongkat
tersebut berpindah ke tangan siswa lainnya secara bergiliran. Demikian
seterusnya sampai seluruh siswa mendapat tongkat dan pertanyaan.
Berdasarkan uraian tersebut, maka
dapat disimpulkan bahwa pembelajaran talking stick merupakan salah satu
dari model pembelajaran kooperatif yang menggunakan sebuah tongkat sebagai alat
penunjuk giliran dengan memberikan siswa kesempatan untuk bekerja sendiri serta
bekerja sama dengan orang lain sehingga mengoptimalisasikan partisipasi siswa.
Menurut Sugihharto (2009)
mengemukakan bahwa model pembelajaran talking stick termasuk dalam
pembelajaran kooperatif karena memiliki ciri-ciri yang sesuai dengan
pembelajaran kooperatif yaitu: (1) Siswa bekerja dalam kelompok secara
kooperatif untuk menuntaskan materi belajarnya, (2) Kelompok dibentuk dari
siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah, (3) Anggota kelompok
berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin yang berbeda, serta (4)
Penghargaan lebih berorientasi kelompok ketimbang individu.
Metode Talking Stick adalah proses
pembelajaran dengan bantuan tongkat yang berfungsi sebagai alat untuk
menentukan siswa yang akan menjawab pertanyaan. Pembelajaran dengan metode
Talking Stick bertujuan untuk mendorong siswa agar berani mengemukakan
pendapat. Metode pembelajaran Talking Stick dalam proses belajar mengajar di
kelas berorientasi pada terciptanya kondisi belajar melalui permainan tongkat
yang diberikan dari satu siswa kepada siswa yang lainnya. Tongkat digulirkan
dengan diiringi musik. Pada saat musik berhenti maka siswa yang sedang memegang
tongkat itulah yang memperoleh kesempatan untuk menjawab pertanyaan tersebut.
Metode pembelajaran Talking Stick dilakukan hingga sebagian besar siswa
berkesempatan mendapat giliran menjawab pertanyaan yang diajukan guru.
Penggunaan metode ini menuntut siswa untuk berpartisipasi aktif selama
pembelajaran, siswa harus selalu siap menjawab pertanyaan dari guru ketika
stick yang digulirkan jatuh kepadanya (Rahayu, 2013). Metode Talking Stick
sebaiknya menggunakan iringan musik ketika stick bergulir dari satu siswa ke
siswa lainnya dalam menentukan siswa yang menjawab pertanyaan didalam tongkat
bertujuan siswa menjadi lebih semangat, termotivasi serta proses belajar
mengajar menjadi lebih menyenangkan (Suprijono, 2009).
2. Ciri-ciri
Metode talking stick termasuk dalam
pembelajaran kooperatif karena memiliki ciri-ciri yang sesuai dengan
pembelajaran kooperatif yaitu:
- Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajarnya.
- Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi,sedang dan rendah.
- Bilamana mungkin, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku,jenis kelamin yang berbeda.
- Penghargaan lebih berorientasi kelompok ketimbang individu
Dalam penerapan model pembelajaran
kooperatif tipe Talking Stick, guru membagi kelas menjadi beberapa
kelompok dengan anggota yang heterogen. Kelompok dibentuk dengan
mempertimbangkan keakraban, persahabatan atau minat. Setiap kelompok
selanjutnya berdiskusi dan mempelajari materi pelajaran.
Model pembelajaran Talking Stick adalah suatu model pembelajaran kelompok sama seperti Snowball Throwing. Tetapi dalam penerapan model pembelajaran ini, dengan memanfaatkan tongkat oleh sebab itulah disebut Talking Stick (tongkat berbicara). Pada model pembelajaran Snowball Throwing setiap siswa membuat pertanyaan yang dibentuk seperti bola lalu dilempar ke siswa lain.
Model pembelajaran Talking Stick adalah suatu model pembelajaran kelompok sama seperti Snowball Throwing. Tetapi dalam penerapan model pembelajaran ini, dengan memanfaatkan tongkat oleh sebab itulah disebut Talking Stick (tongkat berbicara). Pada model pembelajaran Snowball Throwing setiap siswa membuat pertanyaan yang dibentuk seperti bola lalu dilempar ke siswa lain.
Bagi kelompok yang memegang tongkat
terlebih dahulu wajib menjawab pertanyaan dari guru. Sebelumnya siswa sudah
mempelajari materi pokoknya. Kegiatan tersebut diulang terus-menerus sampai
semua kelompok mendapat giliran untuk menjawab pertanyaan dari guru.
3. Langkah-langkah
Suprijono (2009:90) menyatakan bahwa
pembelajaran dengan model pembelajaran talking stick mendorong siswa
untuk berani mengemukakan pendapat. Dalam melaksanakan pembelajaran dengan
model pembelajaran tersebut terdapat beberapa langkah sebagai berikut.
Pembelajaran dengan model
pembelajaran talking stick diawali oleh penjelasan guru mengenai materi
pokok yang akan dipelajari. Siswa diberikan kesempatan membaca materi tersebut.
Berikan waktu yang cukup untuk aktivitas ini. Guru selanjutnya meminta kepada
siswa menutup bukunya. Guru mengambil tongkat yang telah disiapkan sebelumnya.
Tongkat tersebut diberikan kepada salah satu siswa. Siswa yang menerima tongkat
diwajibkan menjawab pertanyaan dari guru demikian seterusnya. Ketika shick bergulir
dari siswa ke siswa lainnya, seyogjanya diiringi musik. Langkah terakhir dari
model pembelajaran talking stick adalah guru memberikan kesempatan
kepada siswa melakukan refleksi terhadap materi yang telah dipelajarinya. Guru
memberi ulasan terhadap seluruh jawaban yang diberikan siswa, selanjutnya
bersama-sama siswa merumuskan kesimpulan.
Selain itu, Suyatno (2009:124),
menyatakan bahwa ada beberapa langkah atau sintaks dari langkah model
pembelajaran talking stick, yaitu sebagai berikut:
- Guru menyiapkan sebuah tongkat.
- Guru menyampaikan materi pokok yang akan dipelajari, kemudian memberikan kesempatan kepada siswa untuk membaca dan mempelajari materi pada pegangan / paketnya.
- Setelah selesai membaca buku dan mempelajarinya, guru mempersilahkan siswa untuk menutup bukunya.
- Guru mengambil tongkat dan memberikan kepada siswa, setelah itu guru memberikan pertanyaan dan siswa yang memegang tongkat tersebut harus menjawabnya. Demikian seterusnya sampai sebagian besar siswa mendapat bagian untuk menjawab setiap pertanyaan dari guru.
- Guru memberikan kesimpulan.
Kemudian menurut Widodo (2009),
menjelaskan bahwa sintaks atau langkah-langkah pembelajaran dengan menggunakan
model pembelajaran talking stick, yaitu sebagai berikut:
- Guru menjelaskan tujuan pembelajaran.
- Guru menyiapkan sebuah tongkat.
- Guru menyampaikan materi pokok yang akan dipelajari, kemudian memberikan kesempatan kepada siswa untuk membaca dan mempelajari materi lebih lanjut.
- Setelah siswa selesai membaca materi/buku pelajaran dan mempelajarinya, siswa menutup bukunya dan mepersiapkan diri menjawab pertanyaan guru.
- Guru mengambil tongkat dan memberikan kepada siswa, setelah itu guru memberikan pertanyaan dan siswa yang memegang tongkat tersebut harus menjawabnya, jika siswa sudah dapat menjawabnya maka tongkat diserahkan kepada siswa lain. Demikian seterusnya sampai sebagian besar siswa mendapat bagian untuk menjawab setiap pertanyaan dari guru.
- Guru memberikan kesimpulan.
Berdasarkan
uraian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa sintaks yang akan digunakan dalam
penelitian ini adalah (a) guru menjelaskan tujuan pembelajaran/KD, (b) guru
menyiapkan sebuah tongkat, (c) guru menyampaikan materi pokok yang akan
dipelajari, kemudian memberikan kesempatan kepada siswa untuk membaca dan
mempelajari materi lebih lanjut, (d) setelah siswa selesai membaca materi/buku
pelajaran dan mempelajarinya, siswa menutup bukunya dan mepersiapkan diri
menjawab pertanyaan guru, (e) guru mengambil tongkat dan memberikan kepada
siswa, setelah itu guru memberikan pertanyaan dan siswa yang memegang tongkat
tersebut harus menjawabnya. Demikian seterusnya sampai sebagian besar siswa
mendapat bagian untuk menjawab setiap pertanyaan dari guru, (f) guru memberikan
kesimpulan, (g) evaluasi dan penutup.
4. Penerapan di Kelas
Pada saat proses pembelajaran
berlangsung, siswa ikut terlibat dalam proses pembelajaran diamana diawal
pembelajaran siswa dilibatkan untuk membaca bukunya kembali dan menjalankan
tongkat akan menuntut siswa untuk berani berbicara dan mengemukakan
pendapatnya, bertujuan agar siswa terbiasa serta mudah untuk mengingat
pelajaran yang telah diberikan. Hal ini sesuai dengan pendapat Suprijono (2009)
bahwa pada metode Talking Stick siswa dilatih untuk belajar sendiri dan
menjadikan siswa lebih giat belajar serta senang dalam mengikuti proses
pembelajaran yang melibatkan siswa untuk aktif.
Penerapan metode Talking Stick siswa
dituntut untuk siap menjawab pertanyaan atau mengemukakan pendapat tanpa
terlebih dahulu ditunjuk atau mengajukan diri, namun berdasarkan pemberhentian
tongkat yang bergulir pada setiap siswa. Hal ini meminimalisir terjadinya
monopoli kelas oleh siswa-siswa yang pintar, sehingga siswa-siswa yang kurang
pintar juga dapat untuk mengemukakan pendapatnya. Kemudian dilakukan untuk
menghindari kegaduhan dalam kelas karena saling berebut dalam mendapatkan
kesempatan untuk menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru. Hal yang
demikian terlihat pada setiap pertemuan yaitu pada saat stick digulirkan, siswa
yang memegang tongkat harus menjawab salah satu pertanyaan yang ada di dalam
tongkat. Hal ini menjadikan siswa terbiasa menjawab pertanyaan dan mengemukakan
pendapatnya, sehingga keaktifan siswa dalam kelas menjadi merata dan tidak
hanya dimonopoli oleh siswa-siswa yang pintar.
Penerapan metode Talking Stick
menyebabkan siswa bertanggung jawab dengan tugas yang diberikan yang menjadikan
siswa aktif selama proses pembelajaran. Penerapan metode pembelajaran Talking
Stick dapat menimbulkan rasa senang pada diri siswa karena metode Talking Stick
bersifat permainan yang menyenangkan. Permainan Talking Stick dikatakan
menyenangkan karena didalam tongkat tersebut tidak hanya berisi soal-soal
tetapi juga soal kosong atau soal pengalihan untuk menghindari terjadinya senam
jantung pada diri siswa dan karena permainan tersebut diiringi oleh iringan
musik. Keuntungan penggunaan musik adalah membuat siswa rileks dan mengurangi
rasa stres. Hal ini sesuai dengan pendapat Deporter (2009) yang menyatakan
bahwa musik dapat membantu pelajar bekerja lebih baik dan mengingat lebih
banyak. Musik dapat merangsang, meremajakan dan memperkuat belajar baik secara
sadar maupun tidak sadar. Unsur permainan dalam pembelajaran akan menimbulkan
motivasi dalam diri siswa untuk aktif dalam mengikuti proses pembelajaran. Hal
ini dikarenakan dengan adanya unsur permainan dalam pembelajaran akan membuat
suasana pembelajaran menjadi lebih hidup dan tidak membosankan bagi siswa.
5. Kelemahan dan Kelebihan
- Kelebihan Metode Talking Stick
Kelebihan dari penggunaan metode
pembelajaran Talking Stick menguji kesiapan siswa dalam menerima pembelajaran,
membuat siswa membaca dan memahami pelajaran dengan cepat dan membuat siswa
belajar lebih giat, sehingga diharapkan dapat meningkatkan prestasi siswa
(Suprijono, 2009).
Berdasarkan penjelasan di atas dapat
diketahui kelebihan dan kekurangan dari model pembelajaran Talking Stick.
Kelebihan dari model pembelajaran Talking Stick adalah sebagai berikut:
- Siswa terlibat langsung dalam kegiatan belajar
- Terdapat interaksi antara guru dan siswa
- Siswa menjadi lebih mandiri
- Kegiatan belajar lebih menyenangkan
- Kelemahan Metode Talking Stick
Adapun kekurangan dari model
pembelajaran Talking Stick adalah sebagai berikut:
- Siswa cenderung individu
- Materi yang diserap kurang
- Siswa yang pandai lebih mudah menerima materi sedangkan siswa yang kurang pandai kesulitan menerima materi
- Guru kesulitan melakukan pengawasan
- Ketenangan kelas kurang terjagaMemerlukan tanggung jawab guru dan sekolah atas kelancaran karyawisata dan keselamatan anak didik, terutama karyawisata jangka panjang dan jauh.
- Memakan waktu bila lokasi yang dikunjungi jauh dari pusat latihan.
- Terkadang sulit untuk mendapat izin dari pimpinan kerja atau kantor yang akan dikunjungi.
Sedangkan kekurangan metode karya
wisata (Field Trip) menurut Suhardjono (2004: 85) adalah:
- Memakan waktu bila lokasi yang dikunjungi jauh dari pusat latihan
- Kadang-kadang sulit untuk mendapat ijin dari pimpinan kerja atau kantor yang akan dikunjungi
- Biaya transportasi dan akomodasi mahal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar