Jumat, 15 Januari 2016

MODEL PEMBELAJARAN (ARTIKULASI, DEBATE, TALKING STICK)



MODEL PEMBELAJARAN
 (ARTIKULASI, DEBATE, TALKING STICK)








  
Oleh
Al Mukminin (14310047)
Haryadi Prabowo (14310057)
Zainul Ikwan (14310086)



IKIP PGRI BOJONEGORO
FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAUAN ALAM
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
2015

KATA PENGANTAR

 

Dengan mengucapkan puji syukur dan kehadirat Allah Swt. yang telah melimpahkan rahmat, karunia, dan kasih sayang-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalahyang berjudul “Model Pembelajaran (Artikulasi, Debate, Talking Stick)”. Salawat serta salam semoga terlimpahkan kepada junjungan kita, Rasulallah Muhammad Saw. Yang telah menuntun kepada jalan kebenaran serta telah memberikan suri teladan yang baik.

Penyusunan makalah ini dimaksudkan untuk melengkapi tugas matakuliah Belajar dan Pembelajaran Program Studi Matematika Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam (FPMIPA) IKIP PGRI Bojonegoro.
Dalam penyusunan makalah ini penulis merasa mendapat banyak bantuan, petunjuk, dan saran dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung, untuk itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:
1.      Bapak Sujiran, M.Pd. selaku Rektor IKIP PGRI Bojonegoro.
2.      Ibu Dian Nurul Safitri, M.Pd. selaku dosen Pembina matakuliah Belajar dan Pembelajaran.
3.      Teman-temanku tingkat 2B yang telah membantu saya dalam berbagai hal.
Kepada mereka semua, hanya ungkapan terima kasih dan doa yang dapat penulis persembahkan. Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang bersifat membangun. Akhir kata penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.

Bojonegoro, 02 Desember 2015
Penyusun

BAB I MODEL  PEMBELAJARAN


Model pembelajaran diartikan sebagai prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar. Dapat juga diartikan suatu pendekatan yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran.
Model pembelajaran dapat diartikan dengan istilah sebagai gaya atau strategi yang dilakukan oleh seorang guru dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar. dalam penerapannya itu gaya yang dilakukan tersebut mencakup beberapa hal strategi atau prosedur agar tujuan yang ingin dikehendaki dapat tercapai. Banyak para ahli pendidikan mengungkapkan berbagai pendapatnya menganai pengertian model pembelajaran.
          Model pembelajaran tidak terlepas dari kata strategi atau model pembelajaran identik dengan istilah strategi. model pembelajaran dan strategi merupakan satu yang tidak dapat dipisahkan. Keduanya harus beriringan, sejalan, dan saling mempengaruhi. Istilah strategi itu sendiri dapat diuraikan sebagai taktik atau sesuatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat tercapai secara efektif dan efisien. Selain itu strategi dalam pembelajaran dapat didevinisikan sebagai suatu perangkat materi dan prosedur pembelajaran yang digunakan secara bersama-sama, terpadu untuk menciptakan hasil belajar yang diinginkan guru pada siswa. agar tujuan pendidikan yang telah disusun dapat secara optimal tercapai, maka perlu suatu metode yang diterapkan untuk merealisasikan strategi yang telah ditetapkan tersebut. Dengan demikian dapat dijabarkan bahwa dalam satu strategi pembelajaran menggunakan beberapa metode. Contohnya bila ingin melaksanakan sebuah strategi ekspositori misalnya, dapat menggunakan metode ceramah, metode tanya jawab, atau metode diskusi dengan memanfaatkan sumber daya yang ada dan mudah didapatkan di sekitar sekolah yaitu bisa dengan menambahkan media pembelajaran. Oleh sebab itu, strategi berbeda dengan metode. Strategi lebih menunjukkan pada sebuah perencanaan atau yang biasa dikenal dengan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), tentu dengan maksud untuk mencapai sesuatu. sedangkan metode adalah suatu cara tersendiri yang dapat digunakan untuk melaksanakan strategi. Dengan kata lain, strategi adalah a plan of operation achieving something, sedangkan metode adalah a way in echieving something.
          Model-model pembelajaran biasanya disusun berdasarkan berbagai prinsip atau teori pengetahuan. berbagai ahli pendidikan menyusun model pembelajaran berdasarkan prinsip-prinsip pembelajaran, teori-teori psikologis, sosiologis, analisis sistem, atau teori-teori lain yang mendukung dalam model-model pembelajaran ini banyak diamati oleh peneliti Joyce & Weil. Mereka mempelajari dan menerapkan berbagai model pembelajaran berdasarkan teori belajar yang kemudian dikelompokkan menjadi empat model pembelajaran. dan mengemukakan bahwa model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang), merancang bahan-bahan pembelajaran, mendidik dan membimbing siswa terhadap pembelajaran di kelas.
Saat ini telah banyak dikembangkan berbagai macam model pembelajaran, dari yang sederhana sampai model yang agak kompleks dan rumit karena memerlukan banyak alat bantu dalam penerapannya.

1. Pengertian Model Pembelajaran menurut para ahli

1.      Model pembelajaran menurut Kardi dan Nur ada lima model pemblajaran yang dapat digunakan dalam mengelola pembelajaran, yaitu: pembelajaran langsung; pembelajaran kooperatif; pembelajaran berdasarkan masalah; diskusi; dan learning strategi.
2.      Menurut Dedi Supriawan dan A. Benyamin Surasega (1990) mengetengahkan 4 (empat) kelompok model pembelajaran, yaitu: (1) model interaksi sosial; (2) model pengolahan informasi; (3) model personal-humanistik; dan (4) model modifikasi tingkah laku. Kendati demikian, seringkali penggunaan istilah model pembelajaran tersebut diidentikkan dengan strategi pembelajaran.
3.      Menurut E. Mulyasa (2003) mengetengahkan lima model pembelajaran yang dianggap sesuai dengan tuntutan Kurikukum Berbasis Kompetensi; yaitu : (1) Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching Learning); (2) Bermain Peran (Role Playing); (3) Pembelajaran Partisipatif (Participative Teaching and Learning); (4) Belajar Tuntas (Mastery Learning); dan (5) Pembelajaran dengan Modul (Modular Instruction).
4.      Menurut Joyce dan Weil (1986: 14-15) mengemukakan bahwa setiap model belajar mengajar atau model pembelajaran harus memiliki empat unsur berikut.
1.      Sintak (syntax) yang merupakan fase-fase (phasing) dari model yang menjelaskan model tersebut dalam pelaksanaannya secara nyata (Joyce dan Weil, 1986:14). Contohnya, bagaimana kegiatan pendahuluan pada proses pembelajaran dilakukan? Apa yang akan terjadi berikutnya?
2.      Sistem sosial (the social system) yang menunjukkan peran dan hubungan guru dan siswa selama proses pembelajaran. Kepemimpinan guru sangatlah bervariasi pada satu model dengan model lainnya. Pada satu model, guru berperan sebagai fasilitator namun pada model yang lain guru berperan sebagai sumber ilmu pengetahuan.
3.      Prinsip reaksi (principles of reaction) yang menunjukkan bagaimana guru memperlakukan siswa dan bagaimana pula ia merespon terhadap apa yang dilakukan siswanya. Pada satu model, guru memberi ganjaran atas sesuatu yang sudah dilakukan siswa dengan baik, namun pada model yang lain guru bersikap tidak memberikan penilaian terhadap siswanya, terutama untuk hal-hal yang berkait dengan kreativitas.
4.      Sistem pendukung (support system) yang menunjukkan segala sarana, bahan, dan alat yang dapat digunakan untuk mendukung model tersebut.
5.      Menurut Toeti Soekamto dan Winataputra (1995:78) mendefinisikan ‘model pembelajaran’ sebagai kerangka konseptual yang menggambarkan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar bagi para siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas belajar mengajar.

2.      Ciri-ciri Model Pembelajaran

Ada beberapa ciri-ciri model pembelajaran secara khusus diantaranya adalah :
  1. Rasional teoritik yang logis yang disusun oleh para pencipta atau pe;ngembangnya.
  2. Landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa belajar.
  3. Tingkah laku mengajar yang diperlukanagar model tersebut dapat dilaksanakandengan berhasil.
  4. Lingkungan belajar yang duperlukanagar tujuan pembelajaran dapat tercapai.
Dengan demikian dapatlah disimpulkan bahwa model-model pembelajaran merupakan kerangka konseptual sedangkan strategi lebih menekankan pada penerapannya di kelas sehingga model-model pembelajaran dapat digunakan sebagai acuan pada kegiatan perancangan kegiatan yang sistematik dalam mengkomunikasikan isi pelajaran kepada siswa untuk











BAB II Model Pembelajaran Artikulasi

1.      Pengertian Model Pembelajaran Artikulasi

Model pembelajaran Artikulasi merupakan model yang prosesnya seperti pesan berantai, artinya apa yang telah diberikan Guru, seorang siswa wajib meneruskan menjelaskannya pada siswa lain (pasangan kelompoknya). Di sinilah keunikan model pembelajaran ini. Siswa dituntut untuk bisa berperan sebagai ‘penerima pesan’ sekaligus berperan sebagai ‘penyampai pesan.’
Model pembelajaran artikulasi merupakan model pembelajaran yang menuntut siswa aktif dalam pembelajaran dimana siswa dibentuk menjadi kelompok kecil yang masing-masing siswa dalam kelompok tersebut mempunyai tugas mewawancarai teman kelompoknya tentang materi yang baru dibahas. Konsep pemahaman sangat diperlukan dalam mode pembelajaran ini.
Artikulasi adalah perangkat alat-alat ucap atau alat-alat bicara dimana hasil mekanisme kerjanya memproduksi suara atau bunyi bahasa yang memiliki sifat-sifat khusus. Sehingga bunyi yang dihasilkan antara satu dengan yang lainnya berbeda.
Artikulasi atau articulate, terjemahan dalam kamus diartikan sebagai hal yang nyata, sesuatu yang benar diujarkan. Ujaran atau ucapannya benar menurut pembentukan pola ucapan setiap bunyi bahasa untuk membentuk kata. Istilah artikulasi digunakan di lapangan dengan tidak dipermasalahkan, yang penting pelayanannya bisa dilakukan efektif kepada anak dengan tujuan agar upaya latihan ucapan dapat meningkatkan kekayaan dan kemampuan berbahasa anak .
Kaitannya dengan pelaksanaan latihan/pembelajaran ucapan atau artikulasi tadi diartikan sebagai upaya agar anak pandai mengucapkan kata-kata atau bicara. Anak dilatih dengan harapan akan mampu dalam mengucapkan/mengujarkan kata-kata menjadi jelas pola ucapannya.
Artikulasi atau articulate, terjemahan dalam kamus diartikan sebagai hal yang nyata, sesuatu yang benar diujarkan. Ujaran atau ucapannya benar menurut pembentukan pola ucapan setiap bunyi bahasa untuk membentuk kata. Istilah artikulasi digunakan di lapangan dengan tidak dipermasalahkan, yang penting pelayanannya bisa dilakukan efektif kepada anak dengan tujuan agar upaya latihan ucapan dapat meningkatkan kekayaan dan kemampuan berbahasa anak .
Kaitannya dengan pelaksanaan latihan/pembelajaran ucapan atau artikulasi tadi diartikan sebagai upaya agar anak pandai mengucapkan kata-kata atau bicara. Anak dilatih dengan harapan akan mampu dalam mengucapkan/mengujarkan kata-kata menjadi jelas pola ucapannya.
Sarana dan prasarana pembelajaran Artikulasi. Banyak faktor yang mempengaruhi kualitas pembelajaran artikulasi. Diantaranya yaitu:
1.      faktor anak dengan segala karakteristiknya, seperti perkembangan,  kognisi,     mental, emosi, social serta kepribadiannya.
2.      faktor instrumental input, yaitu kualifikasi serta kelengkapan sarana yang diperlukan dalam pembelajaran, meliputi guru, metode, teknik, dan media, bahan sumber belajar, program dan tugas-tugas.
3.      faktor instrumental, yaitu situasi dan keadaan fisik, seperti letak sekolah, iklim, hubungan antar siswa-guru, siswa dengan orangtua, dan siswa dengan orang lain.
Metode artikulasi motokinestetik dikembangkan oleh Young dan Hawk (1938). Metode artikulasi motokinestetik adalah metode artikulasi yang penerapanya langsung digerakan secara eksternal pada bagian mulut, rahang, dan leher oleh terapis wicara. Tujuan metode motokinestetik adalah untuk mencegah pembelajaran artikulasi yang salah dan untuk memperbaiki artikulasi yang salah.
Seseorang dengan gangguan pendengaran yang ringan masih memiliki kemampuan pendengaran yang tergantung pada sinyal auditori yang diterima sebagai dasar terbentuknya suatu informasi. Hal ini memungkinkan seorang dengan gangguan pendengaran ringan masih bisa tertolong dengan menggunakan alat bantu dengar. Hal tersebut dapat memungkinkan bertambahnya informasi dari luar, tergantung pula kemampuan dirinya dalam menyimpulkan sinyal akustik langsung, dimana sisa gerakan amplitude dan frekuensi yang tidak cukup untuk sebuah pengertian yang adekuat dari sebuah pesan atau informasi.
Jika gangguan pendengarannya sangatlah serius akan terjadi kegagalan dalam menerima sinyal yang cukup untuk sebuah pemahaman. Dalam kasus yang berat proses rehabilitasi dari fungsi pendengaran yang dihasilkan dari proses amplification sangatlah sedikit sekali informasi tambahan yang diterima. Tetapi pendekatan yang alamiah untuk rehabilitasi gangguan pendengaran menekankan bahwa rehabilitasi pada gangguan pendengaran tidak merubah struktur pemulihan suatu program. Hanya relative emphasize akan menjadi penempatan dalam latihan auditori dan visual yang dapat memberi perubahan (Sanders, 1971).

2.      Ciri-ciri

Karakter yang ada pada diri siswa setelah proses belajar dengan menggunakan model artikulasi ini adalah sebagai berikut :
1.      Siswa menjadi lebih mandiri
2.      Siswa bekerja dalam kelompok untuk menuntaskan materi belajar . 
3.      Penghargaan lebih berorientasi kelompok ketimbang individu
4.      Terjadi interaksi antar siswa dalam kelompok kecil
5.      Terjadi interaksi antar kelomppok kecil yang satu dengan lainnya.
6.      Tiap siswa mempunyai kesempatan berbicara atau tampil dimuka kelas untuk menyampaikan hasil diskusi kelompok mereka.

3.      Langkah-langkah

Model pembelajaran Artikulasi prosesnya seperti pesan berantai, artinya apa yang telah diberikan Guru, seorang siswa wajib meneruskan menjelaskannya pada siswa lain (pasangan kelompoknya). Di sinilah keunikan model pembelajaran ini. Siswa dituntut untuk bisa berperan sebagai ‘penerima pesan’ sekaligus berperan sebagai ‘penyampai pesan.’
Langkah-langkah atau sintak model pembelajaran Artikulasi adalah sebagai berikut :
1.      Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai.
2.      Guru menyajikan materi sebagaimana biasa.
3.      Untuk mengetahui daya serap siswa, bentuklah kelompok berpasangan dua orang.
4.      Menugaskan salah satu siswa dari pasangan itu menceritakan materi yang baru diterima dari guru dan pasangannya mendengar sambil membuat catatan-catatan kecil, kemudian berganti peran. Begitu juga kelompok lainnya.
5.      Menugaskan siswa secara bergiliran/diacak menyampaikan hasil wawancaranya dengan teman pasangannya sampai sebagian siswa sudah menyampaikan hasil wawancaranya.
6.      Guru mengulangi/menjelaskan kembali materi yang sekiranya belum dipahami siswa.
7.      Kesimpulan/penutup.

4.      Penerapan di Kelas

Model pembelajaran artikulasi tentu memiliki beberapa perbedaan dengan  model pembelajaran lainnnya. Tetapi model artikulasai dapat digunakan dengan memadukan model ini dengan model yang lain. Contohnya : “Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Artikulasi”  
Pembelajaran kooperatif tipe artikulasi merupakan model pembelajaran yang menuntut siswa aktif dalam pembelajaran dimana siswa dibentuk menjadi kelompok kecil yang masing-masing siswa dalam kelompok tersebut mempunyai tugas mewawancarai teman kelompoknya tentang materi yang baru dibahas.Pembelajaran kooperatif tipe artikulasi prosesnya seperti pesan berantai, artinya apa yang telah diberikan guru, seorang siswa wajib meneruskan menjelaskannya pada siswa lain (pasangan kelompoknya). Disinilah keunikan model pembelajaran ini. Siswa dituntut untuk bisa berperan sebagai “penerima pesan” sekaligus berperan sebagai “penyampai pesan”.
Perbedaan model artikulasi ini dengan model  lainnya adalah penekanannya pada komunikasi anak kepada teman satu kelompoknya karena disana ada proses wawancara pada teman satu kelompoknya, serta cara tiap anak menyampaikan hasil diskusinya di depan kelompok yang lain, karena, setiap anak memiliki kesempatan untuk menyampaikan pendapat kelompoknya. Kelompok dalam artikulasipun biasanya hanya terdiri atas dua orang yakni dalam satu kelompok terbentuk atas teman satu mejanya.

5.      Kelebihan dan kekurangan

Pada setiap teori-teori yang dikemukakan oleh berbagai pendapat ahli mengenai kegiatan suatu pembelajaran. Pasti memiliki tujuan-tujuan yang ingin dicapai sehingga muncul kelebihan-kelebihan dari metode pembelajaran tersebut dari metode pembelajaran lainnya, yang pasti disamping terdapat kelebihan pada metode tersebut aka nada pula kelemahan dari metode belajar tersebut. Begitu pula dengan pembelajaran dengan menggunakan metode artikulasi.
Berikut ini adalah kelebihan maupun kekurangan dari metode artikulasi :  
1.       Kelebihannya:
a)      Semua siswa terlibat (mendapat peran)
b)      Melatih kesiapan siswa
c)       Melatih daya serap pemahaman dari orang lain
d)      Cocok untuk tugas sederhana
e)      Interaksi lebih mudah
f)       Lebih mudah dan cepat membentuknya
g)      Meningkatkan partisipasi anak
2.       Kelemahannya:
a)      Untuk mata pelajaran tertentu
b)      Waktu yang dibutuhkan banyak
c)       Materi yang didapat sedikit
d)      Banyak kelompok yang melapor dan perlu dimonitor
e)      Lebih sedikit ide yang muncul
f)       Jika ada perselisihan tidak ada penengah










BAB III MODEL PEMBELAJARAN DEBATE

1.      Pengertian Model Pembelajaran Debate

Model pembelajaran debate merupakan salah satu metode pembelajaran yang sangat penting untuk meningkatkan kemampuan akademik siswa. Materi ajar dipilih dan disusun menjadi paket pro dan kontra. Siswa dibagi ke dalam dua kelompok yang duduknya berhadapan, satu kelompok  mengambil posisi pro dan satu kelompok  lainnya dalam posisi kontra. Selanjutnya antara kelompok pro dan kontra saling melakukan perdebatan tentang topik yang ditugaskan / diberikan. Laporan masing-masing kelompok yang menyangkut kedua posisi pro dan kontra diutarakan sesuai pendapat masing-masing kelompok dengan dibimbing oleh guru yang akhirnya dapat ditarik suatu kesimpulan. kemudian guru dapat mengevaluasi setiap siswa tentang penguasaan materi yang meliputi kedua posisi tersebut dan mengevaluasi seberapa efektif siswa terlibat dalam prosedur debat.
Pada dasarnya, model pembelajaran debate ini merupakan  pembelajaran kooperatif, dimana harus melibatkan materi ajar yang memungkinkan siswa saling membantu dan mendukung ketika mereka belajar materi dan bekerja saling tergantung (interdependen) untuk menyelesaikan tugas. Keterampilan sosial yang dibutuhkan dalam usaha berkolaborasi harus dipandang penting dalam keberhasilan menyelesaikan tugas kelompok. Ketrampilan ini dapat diajarkan kepada siswa dan peran siswa dapat ditentukan untuk memfasilitasi proses kelompok. Peran tersebut mungkin bermacam-macam menurut tugas, misalnya, peran pencatat (recorder), pembuat kesimpulan (summarizer), pengatur materi (material manager), atau fasilitator dan peran guru bisa sebagai pemonitor proses belajar.
Dalam model pembelajaran debate siswa juga dilatih bagaimana mengeluarkan pendapat seperti dalam model pembelajaran Think Pair and Share, perbedaannya adalah dalam model pembelajaran debate situasi pembelajaran disengaja dibuat 2 kelompok yang berseberangan (pro dan kontra). Siswa dilatih mengutarakan pendapat/pemikirannya dan bagaimana mempertahankan pendapatnya dengan alasan-alasan  yang logis dan dapat dipertanggungjawabkan. Bukan berarti siswa diajak saling bermusuhan, melainkan siswa belajar bagaimana menghargai adanya perbedaan.

2.      Ciri-ciri

                Ciri-ciri debat, yaitu:
  1. Terdapat dua sudut pandang, yaitu affirmatif (pihak yang menyetujui topik) dan negatif (pihak yang tidak menyetujui topik).
2.      Adanya suatu proses saling mempertahankan pendapat antara kedua belah pihak.
3.      Adanya saling adu argumentasi yang tujuannya untuk memperoleh kemenangan.
4.      Hasil debat diperoleh melalui voting atau keputusan juri.
5.      Sesi tanya jawab bersifat terbatas dan bertujuan untuk menjatuhkan pihak lawan.
6.      Adanya pihak yang berperan sebagai penengah yang biasanya dilakukan oleh moderator.
Etika Berdebat:
Dalam berdebat, harus diperhatikan beberapa etika, yaitu:
1.      Berfikir logis dan memiliki pengetahuan yang mendukung permasalahan yang dibahas dalam debat.
2.      Mampu berbahasa dengan baik, benar dan komunikatif serta tanggap terhadap respon yang diterima.
3.      Dilarang menyangkut pautkan pembahasan dengan SARA.

3.      Langkah-langkah

Langkah-langkah model pembelajaran debate adalah sebagai berikut  :
1.      Guru membagi siswa menjadi 2 kelompok peserta debat, yang satu pro dan yang lainnya kontra dengan duduk berhadapan antar kelompok.
2.      Guru memberikan tugas untuk membaca materi yang akan diperdebatkan oleh kedua kelompok diatas.
3.      Setelah selesai membaca materi, Guru menunjuk salah satu anggota kelompok pro untuk berbicara saat itu, kemudian setelah selesai ditanggapi oleh kelompok kontra. Demikian seterusnya sampai sebagian besar siswa bisa mengemukakan pendapatnya.
4.      Inti/ide-ide dari setiap pendapat atau pembicaraan di tulis di papan pendapat sampai mendapatkan sejumlah ide yang diharapkan.
5.      Guru menambahkan konsep/ide yang belum terungkapkan.
6.      Dari data-data yang diungkapkan tersebut, guru mengajak siswa membuat kesimpulan/rangkuman yang mengacu pada topik yang ingin dicapai.

4.      Penerapan di Kelas

          Pembentukan pola pikir kritis dan kerja sama antar kelompok dapat lebih ditingkatkan dengan menerapkan model pembelajaran debat di kelas. Kelebihan model ini lebih banyak mengeksplorasi kemampuan siswa dari segi intelektual dan emosi siswa dalam kelompok kerjanya, sehingga pembentukan kerja sama antarsiswa, pola pikir kritis, dan pemahaman etika dalam berpendapat dapat diperoleh dalam pembelajaran di kelas.
          Namun disamping berbagai kelebihan yang diberikan oleh model pembelajaran debat ini, ada beberapa kekurangan yang memerlukan peran dari seorang guru untuk mereduksinya.
          Beberapa hasil penelitian menunjukkan efektivitas metode pembelajaran debat dalam meningkatkan partisipasi siswa.
          Dilihat dari hasil kedua penelitian tersebut terlihat bahwa tidak semua materi pembelajaran cocok dapat meningkatkan partisipasi dan pemahaman bioetika siswa. Oleh karena itu, tema/materi pembelajaran harus dipilih sedemikian rupa sehingga debat yang terjadi dapat menimbulkan interaksi positif di dalam kelas dan menarik untuk siswa yang melaksanakannya.

5.      Kelebihan dan Kekurangan

a.  Kelebihan/keunggulan Model Pembelajaran Debate:
a.    Memacu siswa aktif dalam pembelajaran
b.    Meningkatkan kemampuan siswa dalam berkomunikasi secara baik
c.    Melatih siswa untuk mengungkapkan pendapat disertai alasannya
d.   Mengajarkan siswa cara menghargai pendapat orang lain
e.    Tidak membutuhkan banyak media
 b. Kekurangan/kelemahan Model Pembelajaran Debate:
a.    Tidak bisa digunakan untuk semua mata pelajaran (mata pelajaran tertentu saja).
b.    Pembelajaran kurang menarik (cukup monoton) karena hanya adu pendapat dan menggunakan banyak media.
c.   Membutuhkan waktu yang cukup lama, karena siswa harus memahami materi terlebih dahulu sebelum melakukan debat.
d. Siswa menjadi takut dan tertekan karena harus bisa berkomunikasi secara langsung untuk mengungkapkan pendapatnya.


















BAB IV MODEL PEMBELAJARAN TALKING STICK

1.      Pengertian Model Pembelajaran Talking Stick

Model pembelajaran Talking Stick berkembang dari penelitian belajar kooperatif oleh Slavin Pada tahun 1995. Model ini merupakan suatu cara yang efektif untuk melaksanakan pembelajaran yang mampu mengaktifkan siswa. Dalam model pembelajaran ini siswa dituntut mandiri sehingga tidak bergantung pada siswa yang lainnya. Sehingga siswa harus mampu bertanggung jawab terhadap diri sendiri dan siswa juga harus percaya diri dan yakin dalam menyelesaikan masalah.
Model pembelajaran Talking Stik adalah suatu model pembelajaran kelompok dengan bantuan tongkat, kelompok yang memegang tongkat terlebih dahulu wajib menjawab pertanyaan dari guru setelah siswa mempelajari materi pokoknya, selanjutnya kegiatan tersebut diulang terus-menerus sampai semua kelompok mendapat giliran untuk menjawab pertanyaan dari guru.
Dalam penerapan model pembelajaran Kooperatif Tipe Talking Stik ini, guru membagi kelas menjadi kelompok-kelompok dengan anggota 5 atau 6 orang yang heterogen. Kelompok dibentuk dengan mempertimbangkan keakraban, persahabatan atau minat, yang dalam topik selanjutnya menyiapkan dan mempersentasekan laporannya kepada seluruh kelas.
Model pembelajaran talking stick merupakan salah satu dari model pembelajaran kooperatif, guru memberikan siswa kesempatan untuk bekerja sendiri serta bekerja sama dengan orang lain dengan cara mengoptimalisasikan partisipasi siswa (Lie, 2002: 56). Kemudian menurut Widodo (2009) mengemukakan bahwa talking stick merupakan suatu model pembelajaran yang menggunakan sebuah tongkat sebagai alat penunjuk giliran. Siswa yang mendapat tongkat akan diberi pertanyaan dan harus menjawabnya. Kemudian secara estafet tongkat tersebut berpindah ke tangan siswa lainnya secara bergiliran. Demikian seterusnya sampai seluruh siswa mendapat tongkat dan pertanyaan.
Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran talking stick merupakan salah satu dari model pembelajaran kooperatif yang menggunakan sebuah tongkat sebagai alat penunjuk giliran dengan memberikan siswa kesempatan untuk bekerja sendiri serta bekerja sama dengan orang lain sehingga mengoptimalisasikan partisipasi siswa.
Menurut Sugihharto (2009) mengemukakan bahwa model pembelajaran talking stick termasuk dalam pembelajaran kooperatif karena memiliki ciri-ciri yang sesuai dengan pembelajaran kooperatif yaitu: (1) Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajarnya, (2) Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah, (3) Anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin yang berbeda, serta (4) Penghargaan lebih berorientasi kelompok ketimbang individu.
Metode Talking Stick adalah proses pembelajaran dengan bantuan tongkat yang berfungsi sebagai alat untuk menentukan siswa yang akan menjawab pertanyaan. Pembelajaran dengan metode Talking Stick bertujuan untuk mendorong siswa agar berani mengemukakan pendapat. Metode pembelajaran Talking Stick dalam proses belajar mengajar di kelas berorientasi pada terciptanya kondisi belajar melalui permainan tongkat yang diberikan dari satu siswa kepada siswa yang lainnya. Tongkat digulirkan dengan diiringi musik. Pada saat musik berhenti maka siswa yang sedang memegang tongkat itulah yang memperoleh kesempatan untuk menjawab pertanyaan tersebut. Metode pembelajaran Talking Stick dilakukan hingga sebagian besar siswa berkesempatan mendapat giliran menjawab pertanyaan yang diajukan guru. Penggunaan metode ini menuntut siswa untuk berpartisipasi aktif selama pembelajaran, siswa harus selalu siap menjawab pertanyaan dari guru ketika stick yang digulirkan jatuh kepadanya (Rahayu, 2013). Metode Talking Stick sebaiknya menggunakan iringan musik ketika stick bergulir dari satu siswa ke siswa lainnya dalam menentukan siswa yang menjawab pertanyaan didalam tongkat bertujuan siswa menjadi lebih semangat, termotivasi serta proses belajar mengajar menjadi lebih menyenangkan (Suprijono, 2009).

2.      Ciri-ciri

Metode talking stick termasuk dalam pembelajaran kooperatif karena memiliki ciri-ciri yang sesuai dengan pembelajaran kooperatif yaitu:
  1. Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajarnya.
  2. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi,sedang dan rendah.
  3. Bilamana mungkin, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku,jenis kelamin yang berbeda.
  4. Penghargaan lebih berorientasi kelompok ketimbang individu
Dalam penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Talking Stick, guru membagi kelas menjadi beberapa kelompok dengan anggota yang heterogen. Kelompok dibentuk dengan mempertimbangkan keakraban, persahabatan atau minat. Setiap kelompok selanjutnya berdiskusi dan mempelajari materi pelajaran.
Model pembelajaran Talking Stick adalah suatu model pembelajaran kelompok sama seperti Snowball Throwing. Tetapi dalam penerapan model pembelajaran ini, dengan memanfaatkan tongkat oleh sebab itulah disebut Talking Stick (tongkat berbicara). Pada model pembelajaran Snowball Throwing setiap siswa membuat pertanyaan yang dibentuk seperti bola lalu dilempar ke siswa lain.
Bagi kelompok yang memegang tongkat terlebih dahulu wajib menjawab pertanyaan dari guru. Sebelumnya siswa sudah mempelajari materi pokoknya. Kegiatan tersebut diulang terus-menerus sampai semua kelompok mendapat giliran untuk menjawab pertanyaan dari guru.

3.      Langkah-langkah

Suprijono (2009:90) menyatakan bahwa pembelajaran dengan model pembelajaran talking stick mendorong siswa untuk berani mengemukakan pendapat. Dalam melaksanakan pembelajaran dengan model pembelajaran tersebut terdapat beberapa langkah sebagai berikut.
Pembelajaran dengan model pembelajaran talking stick diawali oleh penjelasan guru mengenai materi pokok yang akan dipelajari. Siswa diberikan kesempatan membaca materi tersebut. Berikan waktu yang cukup untuk aktivitas ini. Guru selanjutnya meminta kepada siswa menutup bukunya. Guru mengambil tongkat yang telah disiapkan sebelumnya. Tongkat tersebut diberikan kepada salah satu siswa. Siswa yang menerima tongkat diwajibkan menjawab pertanyaan dari guru demikian seterusnya. Ketika shick bergulir dari siswa ke siswa lainnya, seyogjanya diiringi musik. Langkah terakhir dari model pembelajaran talking stick adalah guru memberikan kesempatan kepada siswa melakukan refleksi terhadap materi yang telah dipelajarinya. Guru memberi ulasan terhadap seluruh jawaban yang diberikan siswa, selanjutnya bersama-sama siswa merumuskan kesimpulan.
Selain itu, Suyatno (2009:124), menyatakan bahwa ada beberapa langkah atau sintaks dari langkah model pembelajaran talking stick, yaitu sebagai berikut:
  1. Guru menyiapkan sebuah tongkat.
  2. Guru menyampaikan materi pokok yang akan dipelajari, kemudian memberikan kesempatan kepada siswa untuk membaca dan mempelajari materi pada pegangan / paketnya.
  3. Setelah selesai membaca buku dan mempelajarinya, guru mempersilahkan siswa untuk menutup bukunya.
  4. Guru mengambil tongkat dan memberikan kepada siswa, setelah itu guru memberikan pertanyaan dan siswa yang memegang tongkat tersebut harus menjawabnya. Demikian seterusnya sampai sebagian besar siswa mendapat bagian untuk menjawab setiap pertanyaan dari guru.
  5. Guru memberikan kesimpulan.
Kemudian menurut Widodo (2009), menjelaskan bahwa sintaks atau langkah-langkah pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran talking stick, yaitu sebagai berikut:
  1. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran.
  2. Guru menyiapkan sebuah tongkat.
  3. Guru menyampaikan materi pokok yang akan dipelajari, kemudian memberikan kesempatan kepada siswa untuk membaca dan mempelajari materi lebih lanjut.
  4. Setelah siswa selesai membaca materi/buku pelajaran dan mempelajarinya, siswa menutup bukunya dan mepersiapkan diri menjawab pertanyaan guru.
  5. Guru mengambil tongkat dan memberikan kepada siswa, setelah itu guru memberikan pertanyaan dan siswa yang memegang tongkat tersebut harus menjawabnya, jika siswa sudah dapat menjawabnya maka tongkat diserahkan kepada siswa lain. Demikian seterusnya sampai sebagian besar siswa mendapat bagian untuk menjawab setiap pertanyaan dari guru.
  6. Guru memberikan kesimpulan.
Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa sintaks yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah (a) guru menjelaskan tujuan pembelajaran/KD, (b) guru menyiapkan sebuah tongkat, (c) guru menyampaikan materi pokok yang akan dipelajari, kemudian memberikan kesempatan kepada siswa untuk membaca dan mempelajari materi lebih lanjut, (d) setelah siswa selesai membaca materi/buku pelajaran dan mempelajarinya, siswa menutup bukunya dan mepersiapkan diri menjawab pertanyaan guru, (e) guru mengambil tongkat dan memberikan kepada siswa, setelah itu guru memberikan pertanyaan dan siswa yang memegang tongkat tersebut harus menjawabnya. Demikian seterusnya sampai sebagian besar siswa mendapat bagian untuk menjawab setiap pertanyaan dari guru, (f) guru memberikan kesimpulan, (g) evaluasi dan penutup.

4.      Penerapan di Kelas

Pada saat proses pembelajaran berlangsung, siswa ikut terlibat dalam proses pembelajaran diamana diawal pembelajaran siswa dilibatkan untuk membaca bukunya kembali dan menjalankan tongkat akan menuntut siswa untuk berani berbicara dan mengemukakan pendapatnya, bertujuan agar siswa terbiasa serta mudah untuk mengingat pelajaran yang telah diberikan. Hal ini sesuai dengan pendapat Suprijono (2009) bahwa pada metode Talking Stick siswa dilatih untuk belajar sendiri dan menjadikan siswa lebih giat belajar serta senang dalam mengikuti proses pembelajaran yang melibatkan siswa untuk aktif.
Penerapan metode Talking Stick siswa dituntut untuk siap menjawab pertanyaan atau mengemukakan pendapat tanpa terlebih dahulu ditunjuk atau mengajukan diri, namun berdasarkan pemberhentian tongkat yang bergulir pada setiap siswa. Hal ini meminimalisir terjadinya monopoli kelas oleh siswa-siswa yang pintar, sehingga siswa-siswa yang kurang pintar juga dapat untuk mengemukakan pendapatnya. Kemudian dilakukan untuk menghindari kegaduhan dalam kelas karena saling berebut dalam mendapatkan kesempatan untuk menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru. Hal yang demikian terlihat pada setiap pertemuan yaitu pada saat stick digulirkan, siswa yang memegang tongkat harus menjawab salah satu pertanyaan yang ada di dalam tongkat. Hal ini menjadikan siswa terbiasa menjawab pertanyaan dan mengemukakan pendapatnya, sehingga keaktifan siswa dalam kelas menjadi merata dan tidak hanya dimonopoli oleh siswa-siswa yang pintar.
Penerapan metode Talking Stick menyebabkan siswa bertanggung jawab dengan tugas yang diberikan yang menjadikan siswa aktif selama proses pembelajaran. Penerapan metode pembelajaran Talking Stick dapat menimbulkan rasa senang pada diri siswa karena metode Talking Stick bersifat permainan yang menyenangkan. Permainan Talking Stick dikatakan menyenangkan karena didalam tongkat tersebut tidak hanya berisi soal-soal tetapi juga soal kosong atau soal pengalihan untuk menghindari terjadinya senam jantung pada diri siswa dan karena permainan tersebut diiringi oleh iringan musik. Keuntungan penggunaan musik adalah membuat siswa rileks dan mengurangi rasa stres. Hal ini sesuai dengan pendapat Deporter (2009) yang menyatakan bahwa musik dapat membantu pelajar bekerja lebih baik dan mengingat lebih banyak. Musik dapat merangsang, meremajakan dan memperkuat belajar baik secara sadar maupun tidak sadar. Unsur permainan dalam pembelajaran akan menimbulkan motivasi dalam diri siswa untuk aktif dalam mengikuti proses pembelajaran. Hal ini dikarenakan dengan adanya unsur permainan dalam pembelajaran akan membuat suasana pembelajaran menjadi lebih hidup dan tidak membosankan bagi siswa.

5.      Kelemahan dan Kelebihan

  1. Kelebihan Metode Talking Stick
Kelebihan dari penggunaan metode pembelajaran Talking Stick menguji kesiapan siswa dalam menerima pembelajaran, membuat siswa membaca dan memahami pelajaran dengan cepat dan membuat siswa belajar lebih giat, sehingga diharapkan dapat meningkatkan prestasi siswa (Suprijono, 2009).
Berdasarkan penjelasan di atas dapat diketahui kelebihan dan kekurangan dari model pembelajaran Talking Stick. Kelebihan dari model pembelajaran Talking Stick adalah sebagai berikut:
  1. Siswa terlibat langsung dalam kegiatan belajar
  2. Terdapat interaksi antara guru dan siswa
  3. Siswa menjadi lebih mandiri
  4. Kegiatan belajar lebih menyenangkan
  1. Kelemahan Metode Talking Stick
Adapun kekurangan dari model pembelajaran Talking Stick adalah sebagai berikut:
  1. Siswa cenderung individu
  2. Materi yang diserap kurang
  3. Siswa yang pandai lebih mudah menerima materi sedangkan siswa yang kurang pandai kesulitan menerima materi
  4. Guru kesulitan melakukan pengawasan
  5. Ketenangan kelas kurang terjagaMemerlukan tanggung jawab guru dan sekolah atas kelancaran karyawisata dan keselamatan anak didik, terutama karyawisata jangka panjang dan jauh.
    1. Memakan waktu bila lokasi yang dikunjungi jauh dari pusat latihan.
    2. Terkadang sulit untuk mendapat izin dari pimpinan kerja atau kantor yang akan dikunjungi.
Sedangkan kekurangan metode karya wisata (Field Trip) menurut Suhardjono (2004: 85) adalah:
  1. Memakan waktu bila lokasi yang dikunjungi jauh dari pusat latihan
  2. Kadang-kadang sulit untuk mendapat ijin dari pimpinan kerja atau kantor yang akan dikunjungi
  3. Biaya transportasi dan akomodasi mahal.

 




















DAFTAR RUJUKAN





Tidak ada komentar:

Posting Komentar