Kamis, 21 Januari 2016

Ruang Lingkup Filsafat Ilmu Oleh Haryadi Prabowo IKIP PGRI BOJONEGORO



KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur dan kehadirat Allah Swt. yang telah melimpahkan rahmat, karunia, dan kasih sayang-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalahyang berjudul “Ruang Lingkup Filsafat Ilmu”. Salawat serta salam semoga terlimpahkan kepada junjungan kita, Rasulallah Muhammad Saw. yang telah menuntun kepada jalan kebenaran serta telah memberikan suri teladan yang baik.

Penyusunan makalah ini dimaksudkan untuk melengkapi tugas matakuliah Filsafat Ilmu Program Studi Matematika Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam (FPMIPA) IKIP PGRI Bojonegoro.
Dalam penyusunan makalah ini penulis merasa mendapat banyak bantuan, petunjuk, dan saran dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung, untuk itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:
1.      Bapak Sujiran, M.Pd. selaku Rektor IKIP PGRI Bojonegoro.
2.      Ibu Anita Dewi Utami, M.Pd. selaku dosen Pembina matakuliah Belajar dan Pembelajaran.
3.      Teman-temanku tingkat 2B yang telah membantu saya dalam berbagai hal.
Kepada mereka semua, hanya ungkapan terima kasih dan doa yang dapat penulis persembahkan. Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang bersifat membangun. Akhir kata penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.

Bojonegoro, 05 Desember 2015

Penulis









BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Kata filsafat dan ilmu adalah dua kata yang saling berkaitan, baik secara substansial maupun historis. Kehadiran ilmu tidak dapat dipisahkan dari peran penting filsafat, dan begitu juga sebaliknya bahwa perkembangan ilmu akan memperkuat keberadaan filsafat. Menurut Surajiyo (2010: 3), kata filsafat yang dalam bahasa Arab “falsafah”yang dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah “philosophy”yang berasal dari bahasa Yunani philo-sophia. Menurut Plato dalam Surajiyo (2010: 3), filsafat adalah pengetahuan yang berminat mencapai pengetahuan kebenaran yang asli. Sedangkan Aristoteles dalam Surajiyo (2010: 3), filsafat adalah ilmu (pengetahuan) yang meliputi kebenaran yang terkandung di dalamnya ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik, dan estetika (filsafat keindahan).Ilmu bersifat pasteriori (kesimpulan ditarik setelah melakukan pengujian secara berulang), sedangkan filsafat bersifat priori(kesimpulan ditarik tanpa pengujian tetapi pemikiran dan perenungan). Keduanya sama-sama menggunakan aktivitas berfikir, walaupun cara berfikirnya berbeda. Keduanya juga sama-sama mencari kebenaran. Kebenaran filsafat tidak dapat dibuktikan oleh filsafat sendiri tetapi hanya dapat dibuktikan oleh teori keilmuan melalui observasi ataupun eksperimen untuk mendapatkan justifikasi.
Filsafat dapat merangsang lahirnya keinginan dari temuan filosofis melalui berbagai observasi dan eksperimen yang melahirkan ilmu-ilmu. Hasil kerja filosofis dapat menjadi pembuka bagi lahirnya suatu ilmu, oleh karena itu filsafat disebut juga sebagai induk ilmu (mother of science). Untuk kepentingan perkembangan ilmu, lahir disiplin filsafat yang mengkaji ilmu pengetahuan yang dikenal sebagai filsafat ilmu pengetahuan. Dalam hal ini, penulis lebih menitikberatkan pada kajian filsafat ilmu dan tujuannya.
Dari pendapat di atas jelaslah bahwa dengan adanya berfilsafat, manusia akan berkembang daya fikirnya yang mengarah kepada kemajuan dalam menghadapi suatu problema kehidupan, seseorang dapat menemukan kebenaran suatu ilmu. Dengan adanya filsafat pula suatu ilmu akan berkembang dan bercabang menjadi lebih spesifik.

B.     Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1.      Bagaimana definisi dan apa saja jenis objek filsafat ilmu?
2.      Apa yang dimaksud dengan filsafat ilmu?
3.      Apa saja lingkupan filsafat ilmu menurut para filsuf?
4.      Apa saja problema filsafat ilmu?
5.      Apa saja manfaat belajar filsafat ilmu?
6.      Bagaimana tujuan dari filsafat ilmu?

C.    Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1.      Untuk mengetahui definisi jenis- jenis objek filsafat ilmu.
2.      Untuk mengetahui maksud dari filsafat ilmu.
3.      Untuk mengetahui lingkupan filsafat ilmu menurut para filsuf.
4.      Untuk mengetahui problema filsafat ilmu.
5.      Untuk mengetahui manfaat belajar filsafat ilmu.
6.      Untuk mengetahui tujuan dari filsafat ilmu.

D.    Manfaat Penulisan

1.      Menjelaskan arti penting dari filsafat.
2.      Mengetahui lingkupan filsafat ilmu menurut para filsuf.
3.      Memahami problema filsafat ilmu.
4.      Mengetahui manfaat belajar filsafat ilmu.
5.      Mengetahui tujuan dari filsafat ilmu.










BAB II

PEMBAHASAN

A.    Ilmu Sebagai Objek Kajian Filsafat

Pada dasarnya, setiap ilmu memiliki dua macam objek, yaitu objek material dan objek formal. Menurut Surajiyo (2010: 47) bahwa objek material adalah sesuatu yang dijadikan sasaran penyelidikan, atau objek yang dipelajari oleh suatu ilmu itu. Adapun objek formalnya adalah metode untuk memahami objek material tersebut, seperti pendekatan induktif dan deduktif. Filsafat sebagai proses berfikir yang sistematis dan radikal juga memiliki objek material dan objek formal. Objek material filsafat adalah segala yang ada. Segala yang ada mencakup ada yang tampak dan ada yang tidak tampak. Ada yang tampak adalah dunia empiris, sedangkan ada yang tidak tampak adalah alam metafisika. Sebagian filosof objek material filsafat atas tiga bagian, yaitu yang ada dalam alam empiris, yang ada dalam pikiran, dan yang ada dalam kemungkinan. Adapun, objek formal filsafat adalah sudut pandandang dari mana sang subjek menelaah objek materialnya.
Cakupan objek filsafat lebih luas dibandingkan dengan ilmu karena ilmu hanya terbatas pada persoalan yang empiris saja, sedangkan filsafat mencakup yang empiris dan yang non-empiris. Objek ilmu terkait dengan filsafat pada objek empiris. Di samping itu, secara historis ilmu berasal dari kajian filsafat karena awalnya filsafatlah yang melakukan pembahasan tentang segala yang ada ini secara sistematis, rasional, dan logis, termasuk yang empiris. Menurut Jujun dalam Amsal Bahtiar (2004: 2) mengatakan bahwa setelah berjalan beberapa lama kajian yang terkait dengan hal yang empiris semakin bercabang dan berkembang, sehingga menimbulkan spesialisasi dan menampakkan kegunaan yang praktis. Inilah proses terbentuknya ilmu secara kesinambungan. Setelah itu, ilmu berkembang sesuai dengan spesialisasi masing-masing, sehingga ilmulah secara praktis membelah gunung dan merambah hutan. Setelah itu, filsafat kembali ke laut lepas untuk berspekulasi dan melakukan eksplorasi lebih jauh.
Jadi dengan adanya filsafat, ilmu semakin bercabang dan berkembang, serta memudahkan kita untuk mempelajari setiap cabang atau bagian-bagian dari ilmu itu sendiri. Sehingga kita menjadi lebih paham dan mengerti dengan adanya filsafat ilmu.

B.     Pengertian Filsafat Ilmu

1.      Filsafat dan Hikmah
Menurut Amsal Bakhtiar  (2004: 7), filsafat dalam bahasa inggris, yaitu: philosophy, adapun istilah filsafat berasal dari bahasa Yunani, philosophia, yang terdiri atas dua kata: philos (cinta) atau (philia (persahabatan, tertarik kepada) dan shopos (‘hikmah’, kebijaksanaan, pengetahuan, keterampilan, pengalaman praktis, intelegensi). Jadi, secara etimologi, filsafat berarti cinta kebijaksanaan atau kebenaran (love of wisdom). Orangnya disebut filosof yang dalam bahasa Arab  disebut failasuf.
Harun Nasution dalam Amsal Bakhtiar (2004: 4-5)  mengatakan bahwa kata filsafat berasal dari bahasa Arab falsafa dengan wazan (timbangan) fa’lala, fa’lalah dan fi’lal. Dengan demikian, menurut Harun Nasution, kata benda dari falsafah dan filsaf. Menurutnya, dalam bahsa Indonesia banyak terpakai kata filsafat, padahalbukan berasal dari kata Arab falsafah dan bukan dari kata philoshophy. Harun Nasution mempertanyakan apakah kata fil berasal dari bahasa inggris dan safah diambil dari kata Arab, sehingga terjadilah gabungan keduanya, yang kemudian menimbulkan kata filsafat? Harun Nasution berpendapat bahwa istilah filsafat berasal dari bahasa Arab karena orang Arab lebih dulu datang dan sekaligus mempengaruhi bahasa Indonesia dari pada orang dan bahasa inggris. Oleh karena itu, dia konsisten menggunakan kata falsafat, bukan filsafat. Buku-bukunya mengenai “filsafat” ditulis dengan kata falsafat, seperti fatsafat Agama dan Falsafat dan mistisisme dalam islam.
Dari pendapat Harun Nasution di atas dapat kita ketahui bahwa bangsa Indonesia mengenal kata filsafat melalui bangsa Arab yang datang ke Indonesia berabad-abad silam.
Adapun beberapa pengertian pokok tentang filsafat menurut kalangan filosof adalah:
1.    Upaya spekulatif untuk menyajikan suatu pandangan sistematik serta lengkap tentang seluruh realitas.
2.    Upaya untuk melukiskan hakikat realitas akhir dan dasar serta nyata.
3.    Upaya untuk menentukan batas-batas dan jangkauan pengetahuan: sumbernya, keabsahannya, dan nilainya.
4.    Upaya untuk menentukan batas-batas dan jangkauan pengetahuan: sumbernya, keabsahannya, dan nilainya.
5.    Penyelidikan kritis atas pengandaian-pengandaian dan pernyataan-pernyataan yang diajukan oleh berbagai bidang pengetahuan.
6.    Disiplin ilmu yang berupaya untuk membantu Anda melihat apa yang Anda katakandan untuk mengatakan apa yang Anda lihat (Lorens Bagus dalam Amsal Bahtiar, 2004: 6).
Pengertian filsafat secara terminologi sangat beragam, baik dalam ungkapan maupun titik tekannya. Bahkan, Moh. Hatta dan Langeveld dalam Amsal Bakhtiar (2004: 6) mengatakan bahwa definisi filsafat tidak perlu diberikan karena setiap orang memiliki titik tekan sendiri dalam definisinya. Oleh karena itu, berikan saja seseorang meneliti filsafat terlebih dahulu kemudian menyimpulkannya sendiri.
Pythagoras (572-497 SM) dalam Amsal Bakhtiar (2004: 6) adalah filsafat yang pertama kali menggunakan kata filsafat, dia mengemukakan bahwa manusia dapat dibagi menjadi tiga tipe: mereka mencintai kesenangan, mereka yang mencintai kegiatan, dan mereka yang mencintai kebijaksanaan. Tujuan kebijaksanaan dalam pandangannya menyangkut kemajuan menuju keselamatan dalam hal keagamaan (Ali dalam Amsal Bakhtiar, 2004: 7). Shopia mengandung arti yang lebih luas daripada kebijaksanaan, yaitu: 1). Kerajinan, 2). Kebenaran pertama, 3). Pengetahuan yang luas, 4). Kebajikan intelektual, 5). Pertimbangan yang sehat, 6). Kecerdikan dalam memutuskan hal-hal praktis. Dengan demikian asal mula kata filsafat itu sangan umum, yang intinya adalah mencari keutamaan mental (Ibid dalam Amsal Bakhtiar, 2004: 7)
Al-Farabi (950 M) dalam Amsal Bakhtiar (2004 : 8), seorang filosof Muslim terbasar sebelum Ibnu Sina berkata. “Filsafat adalah ilmu tentang alam yang maujud dan bertujuan menyelidiki hakikatnya yang sebenarnya”, Ibnu Rusyd ( 1126-1198 M ), berpendapat bahwa filsafat atau hikmah merupakan pengetahuan “otonom” yang perlu dikaji oleh manusia karena dia dikaruniai akal. Alquran filsafat mewajibkan manusia berfilsafat untuk menambahkan dan memperkuat keimanan kepada Tuhan.
Dari pendapat Al-Farabi tersebut dapat diketahui bahwa filsafat adalah ilmu yang nyata dan mempunyai hakikat yang sebenarnya. Sedangkan Alquran merupakan ilmu itu sendiri.
Immanuel Kant (1724-1804 M) dalam Amsal Bakhtiar (2004: 8), mengatakan bahwa: filsafat itu ilmu dasar segala pengetahuan, yang mencakup di dalamnya empat persoalan, yaitu:
1.    Apakah yang dapat kita ketahui? (Dijawab oleh agama)
2.    Apakah yang boleh kita kerjakan ? (Dijawab oleh etika/norma)
3.    Sampai di manakah pengharapan kita? (Dijawab oleh kita)
4.    Apakah yang dinamakan manusia? (Dijawab oleh antropolog).
Sutan Takdir Alisjahbana berpendapat bahwa filsafat adalah berpikir dengan insaf. Yang Deng Fung Yu Lan, seorang dari dunia timur, mendefinisikan filsafat adalah pikiran yang sistematis dan refleksi tentang hidup (Amsal Bakhtiar, 2004; 9).
Filsafat juga didefinisikan oleh H. Hamersama sebagai pengetahuan metodis, sistematis, dan koheren (bertalian)tentang seluruh kenyataan. Sedangkan Harun Nasution dalam Amsal Bakhtiar (2004: 9), mengatakan bahwa filsafat adalah berpikir menurut tata tertib (logika) dengan bebas (tidak terikat pada tradisi, dogma, dan agama) dan dengan sedalam-dalamnya, sehingga sampai ke dasar-dasar persoalan.
Dalam pandangan Sidi Gazalba dalam Amsal Bakhtiar (2004: 9-10), filsafat adalah berpikir secara mendalam, sistematik, radikal, dan universal dalam rangka mencari kebenaran, inti atau hakikat mengenai segala sesuatu yang ada. Pendapat Sidi Gazalba ini memperlihatkan adanya tiga ciri pokok dalam filsafat, yaitu:
1.    Adanya unsur berpikir yang dalam hal ini menggunakan akal.
2.    Adanya unsure tujuan yang ingin dicapai melalui berpikir tersebut.
3.    Adanya unsur ciri yang terdapat dalam pikiran trsebut, yaitu mendalam.
Pada uraian di atas menunjukan dengan jelas bahwa ciri dan karakteristik berpikir secara filosofis. Intinya adalah upaya secara sungguh-sungguh dengan menggunakan akal pikiran sebagai alat utamanya untuk menemukan hakikat segala sesuatu yang berhubungan dengan ilmu. Serta salah satu makna filsafat adalah mengutamakan dan mencari hikmah.
Ibnu mundzir, penulis kamus standar dalam bahasa Arab, Lisan al- ‘Arabi, menjelaskan bahwa istilah hikmah berarti terhindar dari kerusakan dan kezaliman, karena hikmah adalah ilmu yang sempurna dan manfaat (Amsal Bakhtiar, 2004: 10). Lain halnya dengan al-Jurjani dalam mendefinisikan kata hikmah adalah “Ilmu yang mempelajari segala sesuatu yang ada menurut kadar kemampuan manusia “Ibnu Sina mengartikan kata hikmah dalam al-Thabi’iyyat adalah “Hikmah adalah kesempurnaan diri manusia dengan menggambarkan segala urusan dan membenarkan segala hakikat baik yang bersifat teori maupun praktik menurut kadar manusia.”
Dari beberapa pendapat ilmua Islam di atas hikmah mengandung arti jauh dari kerusakan/kezaliman dan hikmah menggambarkan kesempurnaan bagi manusia yang membenarkan segala hakikat baik yang bersifat teori maupun praktiknya. Demikian pula, hikmah adalah ilmu yang sempurna dan bermanfaat bagi manusia.
Rumusan tersebut mengisyaratkan bahwa hikmah sebagai paradigma keilmuan yang mempunyai tiga unsur utama, yaitu: 1) Masalah, 2) Fakta dan data, 3) Analisis ilmuwan dengan teori. Al-syaybani dalam Amsal Bakhtiar (2004: 11) mengatakan bahwa filsafat bukanlah hikmah itu sendiri, melainkan cinta terhadap hikmah dan berusaha mendapatkan, memusatkan perhatian padanya. Dan mencari sikap positif terhadapnya.Selanjutnya ia menambahkan bahwa filsafat dapat pula berarti mencari hakikat sesuatu, berusaha menautkan sebab dan akibat serta berusaha menginterpretasikan pengalaman-pengalaman manusia.
2. Pengertian Ilmu               
Ilmu berasal dari bahasa Arab ‘alima, ya’lamu, ‘ilman, dengan wazan fa’ila, yaf’alu, yang berarti: mengerti, memahami benar-benar. Dalam bahasa Inggris disebut science; dari bahasa latin scientia (pengetahuan), scire (mengetahui). Sinonim yang paling dekat dengan bahasa Yunani adalah episteme (Jujun dalam Amsal Bakhtiar, 2004: 12). Jadi pengertian ilmu yang terdapat dalam kamus bahasa Indonesia adalah pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode-metode tertentu, yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu di bidang (pengetahuan) itu. Mulyadhi Kartanegara dalam Amsal Bakhtiar (2004: 12), mengatakan bahwa ilmu adalah anv organized knowledge. Ilmu dan sains menurutnya tidak berbeda, terutama sebelum abad ke-19, tetapi setelah itu sains lebih terbatas pada bidang-bidang fisik atau inderawi, sedangkan ilmu melampauinya pada bidang-bidang nonfisik seperti metafisika.
Menurut Amsal Bakhtiar (2004: 13-14l), adapun beberapa ciri-ciri utama ilmu menurut terminologi, antara lain adalah:
1.    Ilmu adalah sebagian pengetahuan bersifat koheren, empiris, sistematis, dapat diukur, dan dibuktikan. Berbeda dengan iman, yaitu pengetahuan didasarkan atas keyakinan kepada yang gaib dan penghayatan serta pengalaman pribadi.
2.    Berbeda dengan pengetahuan, ilmu tidak pernah mengartikan kepingan pengetahuan satu putusan tersendiri, sebaliknya ilmu menandakan seluruh kesatuan ide yang mengacu ke objek (atau alam objek) yang sama dan saling berkaitan secara logis. Karena itu, koherensi sistematik adalah hakikat ilmu. Prinsip-prinsip objek dan hubungan-hubungannyayang tercermin dalam kaitan-kaitan logis yang dapat dilihat jelas. Bahwa prinsip-prinsip metafisis objek menyingkapkan dirinya sendiri kepada kita dalam prosedur ilmu secara lamban, didasarkan pada sifat khusus intelek kita yang dapat dicirikan oleh visi ruhani terhadap realitas tetapi oleh berpikir.
3.    Ilmu tidak memerlukan kepastian lengkap berkenaan dengan masing-masing penalaran perorangan, sebab ilmu dapat memuat di dalamnya dirinya sendiri hipoesis-hipotesis dan teori-teori yang belum sepenuhnya dimantapkan.
4.    Di pihak lain, yang seringkali berkaitan dengan konsep ilmu (pengetahuan ilmiah) adalah ide bahwa metode-metode yang berhasil dan hasil-hasil yang terbukti pada dasarnya harus terbuka kepada semua pencari ilmu. Kendati demikian, rupanya baik untuk tidak memasukkan persyaratan ini dalam definisi ilmu, karena objektivitas ilmu dan kesamaan hakiki daya persyaratan ini pada umumnya terjamin.
5.    Ciri hakiki lainnya dari ilmu ialah metodologi, sebab kaitan logis yang dicari ilmu tidak dicapai dengan penggabungan tidak teratur dan tidak terarah dari banyak pengamatan dan ide yang terpisah-pisah. Sebaliknya ilmu menuntut pengamatan dan berpikir metodis, tertata rapi. Alat bantu metodologis yang penting adalah terminologi ilmiah. Yang disebut belakangan ini mencoba konsep-konsep ilmu.
6.    Kesatuan setiap ilmu bersumber di dalam kesatuan objeknya teori skolastik mengenai ilmu membuat pembadaan antara objek material dan objek formal. Yang terdahulu adalah objek konkret yang disimak ilmu . sedangkan yang belakangan adalah aspek khusus atau sudut pandang terhadap objek material. Yang mencerminkan setiap ilmu adalah objek formalnya. Sementara objek material yang sama dapat dikaji oleh banyak ilmu lain. Pembagian objek studi mengantar ke spesialisasi ilmu yang terus bertambah. Gerakan ini diiringi bahwa pandangan sempit atas bidang penelitian yang terbatas. Sementara penangkapan yang luas terhadap saling keterkaitan seluruh realitas lenyap dari pandangan.
Adapun beberapa definisi ilmu menurut para ahli, diantaranya adalah:
-       Mohammad Hatta, mendefinisikan ilmu adalah pengetahuan yang teratur tentang pekerjaan hukum kausal dalam suatu golongan masalah yang sama tabiatnya, maupun menurut kedudukannya tampak dari luar, maupun menurut bangunannya dari dalam Endang dalam Amsal Bakhtiar, 2004: 15).
-       Ralph Ross dan Ernest Van Den Haag, mengatakan ilmu adalah yang empiris, rasional, umum dan sistematik, dan keempatnya serentak (Ibid dalam Amsal Bakhtiar, 2004: 15).
-       Karl Pearson, mengatakan ilmu adalah lukisan atau ketenangan yang komprehensif dan konsisten tentang fakta pengalaman dengan istilah yang sederhana (Ibid dalam Amsal Bakhtiar, 2004: 15).
-       Ashley Montagu, Guru Besar Antropolog di Rutgers University menyimpulkan bahwa ilmu adalah pengetahuan yang disusun dalam satu sistem yang berasal dari pengamatan, studi dan pengamatan untuk menentukan hakikat prinsip tentang hal yang  dikaji (Ibid dalam Amsal Bakhtiar, 2004: 15).
-       Harsojo, guru besar antropolog di Universitas Pajajaran, menerangkan bahwa ilmu adalah:
1.    Merupakan akumulasi pengetahuan yang disistemasikan.
2.    Suatu pendekatan atau metode pendekatan terhadap
Dari beberapa pendapat di atas dapat kita ketahui bahwa ilmu merupakan pengetahuan yang teratur dan bersifat empiris, rasional, umum dan sistematik yang berasal dari studi pengamatan. Serta ilmu merupakan satu sistem yang berasal dari pengamatan, studi dan pengamatan untuk menentukan hakikat prinsip tentang hal yang  dikaji.

C.    Lingkupan Filsafat Ilmu Menurut Para Filsuf

Filsafat ilmu telah berkembang pesat sehingga menjadi suatu bidang pengetahuan yang amat luas dan sangat mendalam. Dalam (Surajiyo 2010: 49) bahwa lingkup filsafat ilmu dari para filsuf dapat dijelaskan sebagaimana dikemukakan The Liang Gie (2000) sebagai berikut:

1.      Peter Angeles
Menurut filsuf Peter Angel  (dalam Sujiyo 2010: 49), filsafat ilmu mempunyai empat bidang konsentrasi yang utama:
1.      Telaah mengenai berbagai konsep, praanggapan, dan metode ilmu, berikut analisis, perluasan, dan penyusunannya untuk memperoleh pengetahuan yang lebih ajeg dan cermat.
2.      Telaah dan ppembenaran mengenai proses penalaran dalam ilmu berikut struktur perlambangnya.
3.      Telaah mengenai saling kaitan di antara berbagai ilmu.
4.      Telaah menganai akibat-akibat pengetahuan ilmiah bagi hal-hal yang berkaitan dengan penyerapan dan pemahaman manusia terhadap realitas, hubungan logika dan matematika dengan realitas, entitas, teorotis, sumber dan keabsahan pengetahuan, serta sifat dasar kemanusiaan.
2.    A. Cornelius Benjamin
     Dalam (Sujiyo 2010: 49) Filsuf inimembagi pokok soal filsafat ilmu dalam tiga bidang berikut.
1.      Telaah mengenai metode ilmu, lambing ilmiah, dan struktur logis dari sistem perlambang ilmiah. Telaah ini banyak menyangkut logika dan teori pengetahuan, dan teori umum tentang tanda.
2.      Penjelasan mengenai konsep dasar, praanggapan, dan pangkal pendirian  ilmu, berikut landasan-landasan empiris, rasional, atau pragmatis yang menjadi tempat tumpuannya. Segi ini dalam banyak hal berkaitan dengan metafisika, karena mencakup telaah terhadap berbagai keyakinan mengenai dunia kenyataan, keseragaman alam, dan  rasionalitas dari proses alamiah.
3.      Aneka telaah mengenai saling kait antara berbagai ilmu dan implikasinya bagi suatu teori alam semesta seperti misalnya idealisme, materialisme,  monisme,  atau pluralisme.
3.       Marx Wartofsky
Dalam (Sujiyo 2010: 50), Menurut filsuf ini rentangan luas dari soal-soal interdisipliner dalam filsafat ilmu meliputi:
1.      Perenungan mengenai konsep dasar, struktur formal, dan metodologi ilmu.
2.      Persoalan-persoalan ontology dan epistemologi yang khas bersifat filsafati dengan pembahasan yang memadukan peralatan analisis dari logika modern dan model konseptual dari penyelidikan ilmiah.
4. Ernest Nagel
Dari hasil penyelidikannya dalam (Sujiyo 2010: 50), filsuf ini menyimpulkan bahwa filsafat ilmu mencakup tiga bidang luas:
1.      Pola logis yang ditunjukan oleh penjelasan dalam ilmu.
2.      Pembuktian konsep ilmiah .
3.      Pembuktian keabsahan kesimpulan ilmiah.

D.    Problema Filsafat Ilmu

Banyak sekali pendapat para filsafat ilmu mengenai kelompok atau perincian problem apa saja yang diperbincangkan dalam filsafat ilmu (Surajiyo, 2010: 50). Berikut ini gambaran problem filsafat ilmu dari beberapa filsuf ilmu.
1.      B. Van Fraassen dan H. Margenau
            Menurut kedua ahli ini problem utama dalam filsafat ilmu setelah tahun enam puluhan adalah
a.       Metodologi
Hal-hal ini yang banyak diperbincangkan ialah mengenai sifat dasar dari penjelasan ilmiah, logika penemuan, teori probabilitas, dan teori pengukuran.
b.      Landasan ilmu-ilmu
Ilmu-ilmu empiris hendaknya melakukan penelitian mengenai landasannya dan mencapai sukses seperti halnya landasan matematika.
c.       Ontologi
Persoalan utama yang diperbincangkan ialah menyangkut konsep substansi, proses, waktu, ruang, kausalitas, hubungan budi dan materi, serta status dari entitas teoretis (The Liang Gie dalam Surajiyo, 2010: 50)
2.      Victor Lenzen
Filsuf ini mengajukan dua problem:
a.       Struktur ilmu, yaitu metode dan bentuk pengetahuan ilmiah;
b.      Pentingnya ilmu bagi praktik dan pengetahuan tentang realitas. (The Liang Gie dalam Surajiyo, 2010: 50).
3.      The Liang Gie
The Liang Gie (2000) dalam Surajiyo (2010: 50) berpendapat bahwa filsafat ilmu merupakan suatu bagian dari filsafat seumumnya, problem dalam filsafat ilmu secara sistematis juga dapat digolongkan menjadi enam kelompok sesuai dengan cabang pokok filsafat. Dengan demikian, seluruh problem dalam filsafat ilmu dapat di terbitkan menjadi:
1.      Problem epistemologis tentang ilmu
2.      Problem metafisis tentang ilmu
3.      Problem metodologis tentang ilmu
4.      Problem logis tentang ilmu
5.      Problem etis tentang ilmu
6.      Problem estetis tentang ilmu
Dari beberapa pendapat mengenai problem filsafat lmu dapat ditarik garis besarnya, yakni sebagai berikut:
a.       Apakah konsep dasar dari ilmu? Maksudnya bagaimana filsafat ilmu mencoba untuk menjelaskan praanggapan dari setiap ilmu, dengan demikian filsafat ilmu dapat lebih menempatkan kadaan yang tepat bagi setiap cabang ilmu. Dalam masalah ini filsafat ilmu tidak dapat lepas begitu saja dari cabang filsafat lainnya yang lebih utama adalah epistemologi atau filsafat pengetahuan dan metafisika.
b.      Apakah hakikat dari ilmu? Artinya langkah-langkah apakah suatu pengetahuan sehingga mencapai yang bersifat keilmuan.
c.       Apakah batas-batas dari ilmu? Maksudnya apakah setiap ilmu mempunyai kebenaran yang bersifat sangat universal ataukah ada norma-norma fundamental bagi kebenaran ilmu.

E.      Manfaat Belajar Filsafat Ilmu

   Di tengah perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang ditandai semakin menajamnya spesialisasi ilmu maka filsafat ilmu sangat diperlukan. Sebab dengan mempelajari filsafat ilmu, para ilmuwan akan menyadari keterbatasan dirinya dan tidak terperangkap ke dalam sikap arogansi intelektual.
Menurut Amsal Bakhtiar (2004: 51), filsafat ilmu sebagai cabang filsafat yang membicarakan tentang hakikat ilmu secara umum mengandung manfaat sebagai berikut:
1.      Filsafat ilmu sebagai sarana pengujian penalaran ilmiah, sehingga orang menjadi kritis terhadap kegiatan ilmiah. Maksudnya seorang ilmuwan harus memiliki sikap kritis terhadap bidang ilmunya sendiri, sehingga dapat menghindarkan diri dari sikap solipsistik, yakni menganggap hanya pendapatnya yang paling benar.
2.      Filsafat ilmu merupakan usaha merefleksi, menguji, mengkritik asumsi dan metode keilmuan.sebab kecenderungan yang terjadi di kalangan para ilmuwan menerapkan suatu metode ilmiah tanpa memperhatikan struktur ilmu pengetahuan itu sendiri. Satu sikap yang diperlukan di sini adalah menerapkan metode ilmian yang sesuai dengan struktur ilmu pengetahuan, bukan sebaliknya.
3.      Filsafat ilmu memberikan pendasaran logis terhadap metode keilmuan. Setiap metode ilmiah yang dikembangkan harus dapat dipertanggungjawabkan secara logis-rasional, agar dapat dipahami dan dipergunakan secara umum.
Implikasi mempelajarifilsafat ilmu seperti yang di uraikan Rizal Mustansyir, dkk.,(2001) dalam Surajiyo (2010: 52) adalah sebagai berikut:
1.      bagi seseorang yang mempelajari filsafat ilmu diperlukan pengetahuan dasar yang mmadai tentang ilmu, baik ilmu alm maupun ilmu sosial, supaya para ilmuwan memiliki landasan berpihak yang kuat. Ini berarti ilmuwan sosial perlu mempelajari ilmu-ilmu kealaman secara garis besar, demikian pula seorang ahli ilmu kealaman perlu memahami dan mengetahui secara garis besar tentang ilmu-ilmu sosial. Dengan demikian antara ilmu yang satu dengan yang lainnya saling menyapa, bahkan dimungkinkan terjalinnya kerja sama yang harmonis untuk memecahkan persoalan-persoalan kemanusiaan.
2.      Menyadarkan seorang ilmuwan agar tidak terjebak ke dalam pola pikir “menara gading”, yakni hanya berpikir murni dalam bidangnya tanpa mengaitkannya dengan kenyataan yang ada di luar dirinya. Padahal setiap aktivitas keilmuan nyaris tidak dapat di lepaskan dari konteks kehidupan sosial-kemasyarakatan.

F.   Tujuan Filsafat Ilmu

Segala sesuatu yang terdapat di alam ini diciptakan dengan fungsinya, dengan kata lain bahwa tidak ada materi yang tidak bermanfaat tak terkecuali lahirnya filsafat ilmu. Amsal Bakhtiar (2004: 59) mengatakan bahwa lahirnya filsafat ilmu memberikan jawaban terhadap persoalan yang muncul terutama yang berhubungan dengan pengetahuan manusia. Oleh karena itu, di antara tujuannya ialah:
1.           Mendalami unsur-unsur pokok ilmu, sehingga secara menyeluruh kita dapat memahami sumber, hakikat dan tujuan ilmu.
2.            Memahami sejarah pertumbuhan, perkembangan, dan kemajuan ilmu di berbagai bidang, sehingga kita dapat gambaran tentang proses ilmu kontemporer secara histories.
3.     Menjadi pedoman bagi para dosen dan mahasiswa dalam mendalami studi di perguruan tinggi, terutama untuk membedakan persoalan yang alamiah dan non-alamiah.
4.     Mendorong pada calon ilmuan dan iluman untuk konsisten dalam mendalami ilmu dan mengembangkanya.
5.    Mempertegas bahwa dalam persoalan sumber dan tujuan antara ilmu dan agama tidak ada pertentangan.
Dari beberapa tujuan fisafat ilmu di atas dapat kita ketahui bahwa filsafat sangat bermanfaat bagi masyarakat, terutama untuk kalangan perguruan tinggi dan mendorong kita untuk memahami ilmu dan mengembangkannya. Serta antara ilmu dan agama tidak ada yang bertentangan.



BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa filsafat adalah ilmu akademis yang mengajak kita untuk berfikir menurut tata tertib (logika) dengan beban (tidak terikat pada tradisi dogma dan agama) dan sedalam-dalamnya hingga sampai pada dasar-dasar persoalan.
Filsafat ilmu merupakan suatu akumulasi pemikiran reflektif, radikasi, sistematis mengenai berbagai personal ilmu dan dalam hubungannya dengan segala aspek kehidupan manusia. Adalah cabang epistemologi yang menelaah secara sistematis sifat dasar ilmu, metode-metode, konsep-konsepnya, praanggapan-praanggapannya, serta letaknya dalam kerangka umum dari cabang pengetahuan.
Obyek material filsafat ilmu adalah ilmu pengetahuan itu sendiri, yaitu pengetahuan yang telah disusun secara sistematis dengan metode ilmiah tertentu sehingga dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Obyek formalnya adalah hakekat (esensi) pengetahuan, problem-problem mendasar ilmu pengetahuan seperti apa hakekat ilmu itu sesungguhnya.
Lingkupan filsafat ilmu, meskipun banyak pendapat dari kalangan filosuf, namun dapatlah ditarik sebuah kesimpulan bahwa dan ruang lingkup tersebut meliputi dasar, pra-anggapan dan pangkal pendirian ilmu, metodologi ilmu, dan aneka telaah mengenai saling kait antara berbagai ilmu dan implikasinya bagi suatu teori alam semesta.
Hasil usaha manusia untuk mencari hasil kebenaran (filsafat ilmu/ilmu filsafat) dengan menggunakan metode yang berbeda dan dari hasil pengamatan atau observasi, menghasilkan suatu persoalan atau problem. Terutama munculnya suatu pandangan yang berbeda. Karena sama-sama mepertahankan pendapat masing-masing yang telah diperoleh melalui pengamatan atau empiris masing-masing.
Tujuan filsafat ilmu ialah mendalami unsur-unsur pokok ilmu, memahami sejarah pertumbuhan dan perkembangan ilmu, menjadi pedoman bagi para dosen dan mahasiswa dalam mendalami studi di perguruan tinggi untuk konsisten dalam mendalami ilmu dan mengembangkanya dan mempertegas bahwa dalam persoalan sumber dan tujuan antara ilmu dan agama tidak ada pertentangan.


DAFTAR PUSTAKA


Surajiyo. 2010. Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia. Jakarta: PT. Bumi Aksara.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar