KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji syukur dan kehadirat Allah Swt. yang telah melimpahkan rahmat, karunia, dan kasih sayang-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalahyang berjudul “Ruang Lingkup Filsafat Ilmu”. Salawat serta salam semoga terlimpahkan kepada junjungan kita, Rasulallah Muhammad Saw. yang telah menuntun kepada jalan kebenaran serta telah memberikan suri teladan yang baik.
Penyusunan makalah ini dimaksudkan untuk
melengkapi tugas matakuliah Filsafat Ilmu Program Studi Matematika Fakultas
Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam (FPMIPA) IKIP PGRI Bojonegoro.
Dalam penyusunan makalah ini penulis
merasa mendapat banyak bantuan, petunjuk, dan saran dari berbagai pihak, baik
secara langsung maupun tidak langsung, untuk itu pada kesempatan ini penulis
ingin menyampaikan terima kasih kepada:
1. Bapak
Sujiran, M.Pd. selaku Rektor IKIP PGRI Bojonegoro.
2. Ibu Anita
Dewi Utami, M.Pd. selaku dosen Pembina matakuliah
Belajar dan Pembelajaran.
3. Teman-temanku
tingkat 2B yang telah membantu saya dalam berbagai hal.
Kepada
mereka semua, hanya ungkapan terima kasih dan doa yang dapat penulis
persembahkan. Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari
sempurna, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang
bersifat membangun. Akhir kata penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat
bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.
Bojonegoro, 05 Desember 2015
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kata filsafat dan ilmu adalah dua kata yang saling berkaitan, baik secara
substansial maupun historis. Kehadiran ilmu tidak dapat dipisahkan dari
peran penting filsafat, dan begitu juga sebaliknya bahwa perkembangan ilmu akan
memperkuat keberadaan filsafat. Menurut
Surajiyo (2010: 3), kata filsafat yang dalam bahasa Arab “falsafah”yang dalam
bahasa Inggris dikenal dengan istilah “philosophy”yang berasal dari bahasa
Yunani philo-sophia. Menurut Plato dalam Surajiyo (2010: 3), filsafat adalah
pengetahuan yang berminat mencapai pengetahuan kebenaran yang asli. Sedangkan
Aristoteles dalam Surajiyo (2010: 3), filsafat adalah ilmu (pengetahuan) yang
meliputi kebenaran yang terkandung di dalamnya ilmu-ilmu metafisika, logika,
retorika, etika, ekonomi, politik, dan estetika (filsafat keindahan).Ilmu
bersifat pasteriori (kesimpulan ditarik setelah melakukan
pengujian secara berulang), sedangkan filsafat bersifat priori(kesimpulan
ditarik tanpa pengujian tetapi pemikiran dan perenungan). Keduanya sama-sama menggunakan aktivitas berfikir, walaupun cara
berfikirnya berbeda. Keduanya juga sama-sama mencari kebenaran. Kebenaran filsafat tidak dapat dibuktikan oleh
filsafat sendiri tetapi hanya dapat dibuktikan oleh teori keilmuan melalui observasi
ataupun eksperimen untuk mendapatkan justifikasi.
Filsafat dapat merangsang
lahirnya keinginan dari temuan filosofis melalui berbagai observasi dan
eksperimen yang melahirkan ilmu-ilmu.
Hasil kerja filosofis dapat menjadi pembuka bagi lahirnya suatu ilmu, oleh
karena itu filsafat disebut juga
sebagai induk ilmu (mother of science). Untuk kepentingan
perkembangan ilmu, lahir disiplin filsafat yang mengkaji ilmu
pengetahuan yang dikenal sebagai filsafat ilmu pengetahuan. Dalam hal ini,
penulis lebih menitikberatkan pada kajian filsafat ilmu dan tujuannya.
Dari pendapat di atas jelaslah bahwa dengan adanya
berfilsafat, manusia akan berkembang daya fikirnya yang mengarah kepada
kemajuan dalam menghadapi suatu problema kehidupan, seseorang dapat menemukan kebenaran
suatu ilmu. Dengan adanya filsafat pula suatu ilmu akan berkembang dan
bercabang menjadi lebih spesifik.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat
dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana definisi dan apa saja jenis objek filsafat ilmu?
2. Apa yang dimaksud dengan filsafat ilmu?
3. Apa saja lingkupan filsafat ilmu menurut para filsuf?
4. Apa saja problema filsafat ilmu?
5. Apa saja manfaat
belajar filsafat ilmu?
6. Bagaimana tujuan dari filsafat ilmu?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Untuk
mengetahui definisi jenis- jenis objek
filsafat ilmu.
2. Untuk
mengetahui maksud dari filsafat ilmu.
3. Untuk
mengetahui lingkupan filsafat ilmu menurut
para filsuf.
4. Untuk
mengetahui problema filsafat ilmu.
5. Untuk
mengetahui manfaat belajar filsafat ilmu.
6. Untuk
mengetahui tujuan dari filsafat ilmu.
D. Manfaat Penulisan
1. Menjelaskan
arti penting dari filsafat.
2. Mengetahui lingkupan filsafat ilmu menurut para filsuf.
3. Memahami problema filsafat ilmu.
4. Mengetahui manfaat
belajar filsafat ilmu.
5. Mengetahui tujuan dari filsafat ilmu.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Ilmu Sebagai Objek Kajian Filsafat
Pada
dasarnya, setiap ilmu memiliki dua macam objek, yaitu objek material dan objek
formal. Menurut Surajiyo (2010: 47)
bahwa objek material adalah sesuatu yang dijadikan sasaran
penyelidikan, atau objek yang dipelajari oleh suatu ilmu itu. Adapun objek
formalnya adalah metode untuk memahami objek material tersebut, seperti
pendekatan induktif dan deduktif. Filsafat sebagai proses berfikir yang
sistematis dan radikal juga memiliki objek material dan objek formal. Objek
material filsafat adalah segala yang ada. Segala yang ada mencakup ada yang
tampak dan ada yang tidak tampak. Ada yang tampak adalah dunia empiris,
sedangkan ada yang tidak tampak adalah alam metafisika. Sebagian filosof objek
material filsafat atas tiga bagian, yaitu yang ada dalam alam empiris, yang ada
dalam pikiran, dan yang ada dalam kemungkinan. Adapun, objek formal filsafat
adalah sudut pandandang dari mana sang subjek menelaah objek materialnya.
Cakupan
objek filsafat lebih luas dibandingkan dengan ilmu karena ilmu hanya terbatas
pada persoalan yang empiris saja, sedangkan filsafat mencakup yang empiris dan
yang non-empiris. Objek ilmu terkait dengan filsafat pada objek empiris. Di
samping itu, secara historis ilmu berasal dari kajian filsafat karena awalnya
filsafatlah yang melakukan pembahasan tentang segala yang ada ini secara
sistematis, rasional, dan logis, termasuk yang empiris. Menurut Jujun dalam Amsal Bahtiar (2004: 2) mengatakan
bahwa setelah berjalan beberapa lama
kajian yang terkait dengan hal yang empiris semakin bercabang dan berkembang,
sehingga menimbulkan spesialisasi dan menampakkan kegunaan yang praktis. Inilah
proses terbentuknya ilmu secara kesinambungan. Setelah itu, ilmu berkembang
sesuai dengan spesialisasi masing-masing, sehingga ilmulah secara praktis
membelah gunung dan merambah hutan. Setelah itu, filsafat kembali ke laut lepas
untuk berspekulasi dan melakukan eksplorasi lebih jauh.
Jadi dengan
adanya filsafat, ilmu semakin bercabang dan berkembang, serta memudahkan kita
untuk mempelajari setiap cabang atau bagian-bagian dari ilmu itu sendiri.
Sehingga kita menjadi lebih paham dan mengerti dengan adanya filsafat ilmu.
B. Pengertian Filsafat Ilmu
1.
Filsafat dan Hikmah
Menurut
Amsal Bakhtiar (2004: 7), filsafat dalam bahasa inggris, yaitu: philosophy, adapun istilah filsafat berasal dari bahasa Yunani, philosophia,
yang terdiri atas dua kata: philos (cinta) atau (philia (persahabatan, tertarik
kepada) dan shopos (‘hikmah’, kebijaksanaan, pengetahuan, keterampilan,
pengalaman praktis, intelegensi). Jadi, secara etimologi, filsafat berarti
cinta kebijaksanaan atau kebenaran (love of wisdom). Orangnya disebut filosof
yang dalam bahasa Arab disebut failasuf.
Harun
Nasution dalam Amsal Bakhtiar (2004: 4-5) mengatakan bahwa
kata filsafat berasal dari bahasa Arab “falsafa” dengan wazan (timbangan) fa’lala, fa’lalah dan fi’lal.
Dengan demikian, menurut Harun Nasution, kata benda dari falsafah dan filsaf.
Menurutnya, dalam bahsa Indonesia banyak terpakai kata filsafat, padahalbukan
berasal dari kata Arab falsafah dan bukan dari kata philoshophy. Harun Nasution
mempertanyakan apakah kata fil berasal dari bahasa inggris dan safah diambil
dari kata Arab, sehingga terjadilah gabungan keduanya, yang kemudian
menimbulkan kata filsafat? Harun Nasution berpendapat bahwa istilah filsafat berasal
dari bahasa Arab karena orang Arab lebih dulu datang dan sekaligus mempengaruhi
bahasa Indonesia dari pada orang dan bahasa inggris. Oleh karena itu, dia
konsisten menggunakan kata falsafat, bukan filsafat. Buku-bukunya mengenai
“filsafat” ditulis dengan kata falsafat, seperti fatsafat Agama dan Falsafat
dan mistisisme dalam islam.
Dari
pendapat Harun Nasution di atas dapat kita ketahui bahwa bangsa Indonesia
mengenal kata filsafat melalui bangsa Arab yang datang ke Indonesia
berabad-abad silam.
Adapun
beberapa pengertian pokok tentang filsafat menurut kalangan filosof adalah:
1.
Upaya
spekulatif untuk menyajikan suatu pandangan sistematik serta lengkap tentang
seluruh realitas.
2.
Upaya
untuk melukiskan hakikat realitas akhir dan dasar serta nyata.
3.
Upaya
untuk menentukan batas-batas dan jangkauan pengetahuan: sumbernya,
keabsahannya, dan nilainya.
4.
Upaya
untuk menentukan batas-batas dan jangkauan pengetahuan: sumbernya,
keabsahannya, dan nilainya.
5.
Penyelidikan
kritis atas pengandaian-pengandaian dan pernyataan-pernyataan yang diajukan
oleh berbagai bidang pengetahuan.
6.
Disiplin
ilmu yang berupaya untuk membantu Anda melihat apa yang Anda katakandan untuk
mengatakan apa yang Anda lihat (Lorens Bagus
dalam Amsal Bahtiar, 2004: 6).
Pengertian
filsafat secara terminologi sangat beragam, baik dalam ungkapan maupun titik
tekannya. Bahkan, Moh. Hatta dan Langeveld
dalam Amsal Bakhtiar (2004: 6)
mengatakan bahwa definisi filsafat tidak perlu diberikan karena setiap orang
memiliki titik tekan sendiri dalam definisinya. Oleh karena itu, berikan saja
seseorang meneliti filsafat terlebih dahulu kemudian menyimpulkannya sendiri.
Pythagoras
(572-497 SM) dalam Amsal Bakhtiar (2004: 6) adalah filsafat yang pertama kali menggunakan kata
filsafat, dia mengemukakan bahwa manusia dapat dibagi menjadi tiga tipe: mereka
mencintai kesenangan, mereka yang mencintai kegiatan, dan mereka yang mencintai
kebijaksanaan. Tujuan kebijaksanaan dalam pandangannya menyangkut kemajuan
menuju keselamatan dalam hal keagamaan
(Ali dalam Amsal Bakhtiar, 2004: 7). Shopia
mengandung arti yang lebih luas daripada kebijaksanaan, yaitu: 1). Kerajinan,
2). Kebenaran pertama, 3). Pengetahuan yang luas, 4). Kebajikan intelektual,
5). Pertimbangan yang sehat, 6). Kecerdikan dalam memutuskan hal-hal praktis.
Dengan demikian asal mula kata filsafat itu sangan umum, yang intinya adalah
mencari keutamaan mental (Ibid dalam
Amsal Bakhtiar, 2004: 7)
Al-Farabi (950
M)
dalam Amsal Bakhtiar (2004 : 8),
seorang filosof Muslim terbasar sebelum Ibnu Sina berkata. “Filsafat adalah
ilmu tentang alam yang maujud dan bertujuan menyelidiki hakikatnya yang
sebenarnya”, Ibnu
Rusyd ( 1126-1198 M ), berpendapat bahwa filsafat atau hikmah merupakan
pengetahuan “otonom” yang perlu dikaji oleh manusia karena dia dikaruniai akal.
Alquran filsafat mewajibkan manusia berfilsafat untuk menambahkan dan
memperkuat keimanan kepada Tuhan.
Dari pendapat Al-Farabi tersebut dapat
diketahui bahwa filsafat adalah ilmu yang nyata dan mempunyai hakikat yang
sebenarnya. Sedangkan Alquran merupakan ilmu itu sendiri.
Immanuel Kant
(1724-1804 M) dalam Amsal Bakhtiar (2004: 8), mengatakan bahwa: filsafat itu ilmu dasar segala pengetahuan,
yang mencakup di dalamnya empat persoalan, yaitu:
1. Apakah yang dapat kita ketahui? (Dijawab oleh agama)
2. Apakah yang boleh kita kerjakan ? (Dijawab oleh
etika/norma)
3. Sampai di manakah pengharapan kita? (Dijawab oleh kita)
4. Apakah yang dinamakan manusia? (Dijawab oleh antropolog).
Sutan Takdir
Alisjahbana berpendapat bahwa filsafat adalah berpikir dengan insaf. Yang Deng
Fung Yu Lan, seorang dari dunia timur, mendefinisikan filsafat adalah pikiran
yang sistematis dan refleksi tentang hidup (Amsal Bakhtiar, 2004;
9).
Filsafat juga
didefinisikan oleh H. Hamersama sebagai pengetahuan metodis, sistematis, dan
koheren (bertalian)tentang seluruh kenyataan.
Sedangkan Harun Nasution dalam
Amsal Bakhtiar (2004: 9), mengatakan
bahwa filsafat adalah berpikir menurut tata tertib (logika) dengan bebas (tidak
terikat pada tradisi, dogma, dan agama) dan dengan sedalam-dalamnya, sehingga
sampai ke dasar-dasar persoalan.
Dalam
pandangan Sidi Gazalba dalam Amsal Bakhtiar (2004: 9-10), filsafat adalah berpikir secara mendalam, sistematik,
radikal, dan universal dalam rangka mencari kebenaran, inti atau hakikat
mengenai segala sesuatu yang ada. Pendapat Sidi Gazalba ini memperlihatkan adanya tiga ciri
pokok dalam filsafat, yaitu:
1. Adanya unsur berpikir yang dalam hal ini menggunakan
akal.
2. Adanya unsure tujuan yang ingin dicapai melalui berpikir
tersebut.
3. Adanya unsur ciri yang terdapat dalam pikiran trsebut,
yaitu mendalam.
Pada uraian di
atas menunjukan dengan jelas bahwa ciri dan karakteristik berpikir secara filosofis. Intinya
adalah upaya secara sungguh-sungguh dengan menggunakan akal pikiran sebagai
alat utamanya untuk menemukan hakikat segala sesuatu yang berhubungan dengan
ilmu.
Serta salah satu makna filsafat
adalah mengutamakan dan mencari hikmah.
Ibnu mundzir,
penulis kamus standar dalam bahasa Arab, Lisan al- ‘Arabi, menjelaskan bahwa
istilah hikmah berarti terhindar dari kerusakan dan kezaliman, karena hikmah
adalah ilmu yang sempurna dan manfaat (Amsal Bakhtiar, 2004:
10). Lain halnya dengan al-Jurjani
dalam mendefinisikan kata hikmah adalah “Ilmu yang mempelajari segala sesuatu
yang ada menurut kadar kemampuan manusia “Ibnu Sina mengartikan kata hikmah dalam al-Thabi’iyyat
adalah “Hikmah adalah kesempurnaan diri manusia dengan menggambarkan segala
urusan dan membenarkan segala hakikat baik yang bersifat teori maupun praktik
menurut kadar manusia.”
Dari beberapa pendapat ilmua Islam di
atas hikmah mengandung arti jauh dari kerusakan/kezaliman dan hikmah
menggambarkan kesempurnaan bagi manusia yang membenarkan segala hakikat baik
yang bersifat teori maupun praktiknya. Demikian pula, hikmah adalah ilmu yang sempurna dan bermanfaat bagi manusia.
Rumusan
tersebut mengisyaratkan bahwa hikmah sebagai paradigma keilmuan yang mempunyai
tiga unsur utama, yaitu: 1) Masalah, 2) Fakta dan data, 3) Analisis ilmuwan
dengan teori. Al-syaybani dalam Amsal Bakhtiar
(2004: 11) mengatakan bahwa
filsafat bukanlah hikmah itu sendiri, melainkan cinta terhadap hikmah dan
berusaha mendapatkan, memusatkan perhatian padanya. Dan mencari sikap positif
terhadapnya.Selanjutnya ia menambahkan bahwa filsafat dapat pula berarti
mencari hakikat sesuatu, berusaha menautkan sebab dan akibat serta berusaha
menginterpretasikan pengalaman-pengalaman manusia.
2. Pengertian
Ilmu
Ilmu berasal
dari bahasa Arab ‘alima, ya’lamu, ‘ilman, dengan wazan fa’ila, yaf’alu, yang
berarti: mengerti, memahami benar-benar. Dalam bahasa Inggris disebut science;
dari bahasa latin scientia (pengetahuan), scire (mengetahui). Sinonim yang paling dekat dengan
bahasa Yunani adalah episteme (Jujun dalam Amsal Bakhtiar, 2004:
12).
Jadi pengertian ilmu yang terdapat dalam kamus bahasa
Indonesia adalah pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem
menurut metode-metode tertentu, yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala
tertentu di bidang (pengetahuan) itu. Mulyadhi Kartanegara dalam
Amsal Bakhtiar (2004: 12), mengatakan
bahwa ilmu adalah anv organized knowledge. Ilmu dan sains menurutnya tidak
berbeda, terutama sebelum abad ke-19, tetapi setelah itu sains lebih terbatas
pada bidang-bidang fisik atau inderawi, sedangkan ilmu melampauinya pada
bidang-bidang nonfisik seperti metafisika.
Menurut Amsal Bakhtiar (2004: 13-14l), adapun beberapa ciri-ciri utama ilmu menurut terminologi,
antara lain adalah:
1. Ilmu adalah sebagian pengetahuan bersifat koheren,
empiris, sistematis, dapat diukur, dan dibuktikan. Berbeda dengan iman, yaitu
pengetahuan didasarkan atas keyakinan kepada yang gaib dan penghayatan serta
pengalaman pribadi.
2. Berbeda dengan pengetahuan, ilmu tidak pernah mengartikan
kepingan pengetahuan satu putusan tersendiri, sebaliknya ilmu menandakan
seluruh kesatuan ide yang mengacu ke objek (atau alam objek) yang sama dan
saling berkaitan secara logis. Karena itu, koherensi sistematik adalah hakikat
ilmu. Prinsip-prinsip objek dan hubungan-hubungannyayang tercermin dalam
kaitan-kaitan logis yang dapat dilihat jelas. Bahwa prinsip-prinsip metafisis
objek menyingkapkan dirinya sendiri kepada kita dalam prosedur ilmu secara
lamban, didasarkan pada sifat khusus intelek kita yang dapat dicirikan oleh
visi ruhani terhadap realitas tetapi oleh berpikir.
3. Ilmu tidak memerlukan kepastian lengkap berkenaan dengan
masing-masing penalaran perorangan, sebab ilmu dapat memuat di dalamnya dirinya
sendiri hipoesis-hipotesis dan teori-teori yang belum sepenuhnya dimantapkan.
4. Di pihak lain, yang seringkali berkaitan dengan konsep
ilmu (pengetahuan ilmiah) adalah ide bahwa metode-metode yang berhasil dan
hasil-hasil yang terbukti pada dasarnya harus terbuka kepada semua pencari ilmu.
Kendati demikian, rupanya baik untuk tidak memasukkan persyaratan ini dalam
definisi ilmu, karena objektivitas ilmu dan kesamaan hakiki daya persyaratan
ini pada umumnya terjamin.
5.
Ciri
hakiki lainnya dari ilmu ialah metodologi, sebab kaitan logis yang dicari ilmu
tidak dicapai dengan penggabungan tidak teratur dan tidak terarah dari banyak
pengamatan dan ide yang terpisah-pisah. Sebaliknya ilmu menuntut pengamatan dan
berpikir metodis, tertata rapi. Alat bantu metodologis yang penting adalah terminologi ilmiah. Yang disebut
belakangan ini mencoba konsep-konsep ilmu.
6.
Kesatuan
setiap ilmu bersumber di dalam kesatuan objeknya teori skolastik mengenai ilmu
membuat pembadaan antara objek material dan objek formal. Yang terdahulu adalah
objek konkret yang disimak ilmu . sedangkan yang belakangan adalah aspek khusus
atau sudut pandang terhadap objek material. Yang mencerminkan setiap ilmu
adalah objek formalnya. Sementara objek material yang sama dapat dikaji oleh
banyak ilmu lain. Pembagian objek studi mengantar ke spesialisasi ilmu yang
terus bertambah. Gerakan ini diiringi bahwa pandangan sempit atas bidang
penelitian yang terbatas. Sementara penangkapan yang luas terhadap saling
keterkaitan seluruh realitas lenyap dari pandangan.
Adapun beberapa definisi ilmu menurut para ahli,
diantaranya adalah:
- Mohammad Hatta, mendefinisikan ilmu adalah pengetahuan
yang teratur tentang pekerjaan hukum kausal dalam suatu golongan masalah yang
sama tabiatnya, maupun menurut kedudukannya tampak dari luar, maupun menurut
bangunannya dari dalam Endang dalam Amsal
Bakhtiar, 2004: 15).
- Ralph Ross dan Ernest Van Den Haag, mengatakan ilmu
adalah yang empiris, rasional, umum dan sistematik, dan keempatnya serentak (Ibid dalam Amsal Bakhtiar, 2004: 15).
- Karl Pearson, mengatakan ilmu adalah lukisan atau ketenangan yang
komprehensif dan konsisten tentang fakta pengalaman dengan istilah yang
sederhana (Ibid dalam Amsal Bakhtiar,
2004: 15).
- Ashley Montagu, Guru Besar Antropolog di Rutgers
University menyimpulkan bahwa ilmu adalah pengetahuan yang disusun dalam satu
sistem yang berasal dari pengamatan, studi dan pengamatan untuk menentukan
hakikat prinsip tentang hal yang dikaji (Ibid dalam Amsal Bakhtiar, 2004: 15).
- Harsojo, guru besar antropolog di Universitas Pajajaran,
menerangkan bahwa ilmu adalah:
1. Merupakan akumulasi pengetahuan yang disistemasikan.
2. Suatu pendekatan atau metode pendekatan terhadap
Dari beberapa pendapat di atas dapat kita ketahui bahwa
ilmu merupakan pengetahuan yang teratur dan bersifat empiris, rasional, umum dan sistematik yang berasal dari studi pengamatan. Serta ilmu merupakan
satu sistem yang berasal dari
pengamatan, studi dan pengamatan untuk menentukan hakikat prinsip tentang hal
yang dikaji.
C. Lingkupan Filsafat Ilmu Menurut Para Filsuf
Filsafat ilmu telah berkembang pesat sehingga menjadi suatu bidang pengetahuan yang amat luas dan sangat mendalam. Dalam (Surajiyo 2010: 49) bahwa lingkup filsafat ilmu dari para filsuf dapat dijelaskan sebagaimana dikemukakan The Liang Gie (2000) sebagai berikut:
1. Peter
Angeles
Menurut
filsuf Peter Angel (dalam Sujiyo 2010:
49), filsafat ilmu mempunyai empat bidang konsentrasi yang utama:
1. Telaah
mengenai berbagai konsep, praanggapan, dan metode ilmu, berikut analisis,
perluasan, dan penyusunannya untuk memperoleh pengetahuan yang lebih ajeg dan
cermat.
2. Telaah
dan ppembenaran mengenai proses penalaran dalam ilmu berikut struktur
perlambangnya.
3. Telaah
mengenai saling kaitan di antara berbagai ilmu.
4. Telaah
menganai akibat-akibat pengetahuan ilmiah bagi hal-hal yang berkaitan dengan penyerapan
dan pemahaman manusia terhadap realitas, hubungan logika dan matematika dengan
realitas, entitas, teorotis, sumber dan keabsahan pengetahuan, serta sifat
dasar kemanusiaan.
2.
A. Cornelius Benjamin
Dalam (Sujiyo
2010: 49) Filsuf inimembagi pokok soal filsafat ilmu dalam tiga bidang berikut.
1.
Telaah mengenai metode
ilmu, lambing ilmiah, dan struktur logis dari sistem perlambang ilmiah. Telaah
ini banyak menyangkut logika dan teori pengetahuan, dan teori umum tentang
tanda.
2.
Penjelasan mengenai
konsep dasar, praanggapan, dan pangkal pendirian ilmu, berikut landasan-landasan empiris,
rasional, atau pragmatis yang menjadi tempat tumpuannya. Segi ini dalam banyak
hal berkaitan dengan metafisika, karena mencakup telaah terhadap berbagai
keyakinan mengenai dunia kenyataan, keseragaman alam, dan rasionalitas dari proses alamiah.
3.
Aneka telaah mengenai
saling kait antara berbagai ilmu dan implikasinya bagi suatu teori alam semesta
seperti misalnya idealisme, materialisme,
monisme, atau pluralisme.
3. Marx Wartofsky
Dalam (Sujiyo
2010: 50), Menurut filsuf ini rentangan luas dari soal-soal interdisipliner
dalam filsafat ilmu meliputi:
1.
Perenungan mengenai
konsep dasar, struktur formal, dan metodologi ilmu.
2.
Persoalan-persoalan
ontology dan epistemologi yang khas bersifat filsafati dengan pembahasan yang
memadukan peralatan analisis dari logika modern dan model konseptual dari
penyelidikan ilmiah.
4.
Ernest Nagel
Dari
hasil penyelidikannya dalam (Sujiyo 2010: 50), filsuf ini menyimpulkan bahwa
filsafat ilmu mencakup tiga bidang luas:
1.
Pola logis yang
ditunjukan oleh penjelasan dalam ilmu.
2.
Pembuktian konsep
ilmiah .
3.
Pembuktian keabsahan
kesimpulan ilmiah.
D. Problema Filsafat Ilmu
Banyak sekali pendapat para
filsafat ilmu mengenai kelompok atau perincian problem apa saja yang
diperbincangkan dalam filsafat ilmu (Surajiyo, 2010: 50). Berikut ini gambaran
problem filsafat ilmu dari beberapa filsuf ilmu.
1. B. Van
Fraassen dan H. Margenau
Menurut kedua ahli ini problem utama dalam filsafat ilmu setelah tahun
enam puluhan adalah
a. Metodologi
Hal-hal ini
yang banyak diperbincangkan ialah mengenai sifat dasar dari penjelasan ilmiah,
logika penemuan, teori probabilitas, dan teori pengukuran.
b. Landasan
ilmu-ilmu
Ilmu-ilmu
empiris hendaknya melakukan penelitian mengenai landasannya dan mencapai sukses
seperti halnya landasan matematika.
c. Ontologi
Persoalan
utama yang diperbincangkan ialah menyangkut konsep substansi, proses, waktu,
ruang, kausalitas, hubungan budi dan materi, serta status dari entitas teoretis
(The Liang Gie dalam Surajiyo, 2010: 50)
2. Victor
Lenzen
Filsuf ini mengajukan dua problem:
a. Struktur
ilmu, yaitu metode dan bentuk pengetahuan ilmiah;
b. Pentingnya
ilmu bagi praktik dan pengetahuan tentang realitas. (The Liang Gie dalam
Surajiyo, 2010: 50).
3. The Liang
Gie
The Liang Gie (2000) dalam
Surajiyo (2010: 50) berpendapat bahwa filsafat ilmu merupakan suatu bagian dari
filsafat seumumnya, problem dalam filsafat ilmu secara sistematis juga dapat
digolongkan menjadi enam kelompok sesuai dengan cabang pokok filsafat. Dengan
demikian, seluruh problem dalam filsafat ilmu dapat di terbitkan menjadi:
1. Problem
epistemologis tentang ilmu
2. Problem
metafisis tentang ilmu
3. Problem
metodologis tentang ilmu
4. Problem
logis tentang ilmu
5. Problem etis
tentang ilmu
6. Problem
estetis tentang ilmu
Dari beberapa pendapat mengenai
problem filsafat lmu dapat ditarik garis besarnya, yakni sebagai berikut:
a. Apakah
konsep dasar dari ilmu? Maksudnya bagaimana filsafat ilmu mencoba untuk
menjelaskan praanggapan dari setiap ilmu, dengan demikian filsafat ilmu dapat
lebih menempatkan kadaan yang tepat bagi setiap cabang ilmu. Dalam masalah ini
filsafat ilmu tidak dapat lepas begitu saja dari cabang filsafat lainnya yang
lebih utama adalah epistemologi atau filsafat pengetahuan dan metafisika.
b. Apakah
hakikat dari ilmu? Artinya langkah-langkah apakah suatu pengetahuan sehingga
mencapai yang bersifat keilmuan.
c. Apakah
batas-batas dari ilmu? Maksudnya apakah setiap ilmu mempunyai kebenaran yang
bersifat sangat universal ataukah ada norma-norma fundamental bagi kebenaran
ilmu.
E. Manfaat Belajar Filsafat Ilmu
Di
tengah perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang ditandai semakin
menajamnya spesialisasi ilmu maka filsafat ilmu sangat diperlukan. Sebab dengan
mempelajari filsafat ilmu, para ilmuwan akan menyadari keterbatasan dirinya dan
tidak terperangkap ke dalam sikap arogansi intelektual.
Menurut
Amsal Bakhtiar (2004: 51), filsafat ilmu sebagai cabang filsafat yang
membicarakan tentang hakikat ilmu secara umum mengandung manfaat sebagai
berikut:
1. Filsafat
ilmu sebagai sarana pengujian penalaran ilmiah, sehingga orang menjadi kritis
terhadap kegiatan ilmiah. Maksudnya seorang ilmuwan harus memiliki sikap kritis
terhadap bidang ilmunya sendiri, sehingga dapat menghindarkan diri dari sikap
solipsistik, yakni menganggap hanya pendapatnya yang paling benar.
2. Filsafat
ilmu merupakan usaha merefleksi, menguji, mengkritik asumsi dan metode
keilmuan.sebab kecenderungan yang terjadi di kalangan para ilmuwan menerapkan
suatu metode ilmiah tanpa memperhatikan struktur ilmu pengetahuan itu sendiri.
Satu sikap yang diperlukan di sini adalah menerapkan metode ilmian yang sesuai
dengan struktur ilmu pengetahuan, bukan sebaliknya.
3. Filsafat
ilmu memberikan pendasaran logis terhadap metode keilmuan. Setiap metode ilmiah
yang dikembangkan harus dapat dipertanggungjawabkan secara logis-rasional, agar
dapat dipahami dan dipergunakan secara umum.
Implikasi
mempelajarifilsafat ilmu seperti yang di uraikan Rizal Mustansyir, dkk.,(2001)
dalam Surajiyo (2010: 52) adalah sebagai berikut:
1. bagi
seseorang yang mempelajari filsafat ilmu diperlukan pengetahuan dasar yang
mmadai tentang ilmu, baik ilmu alm maupun ilmu sosial, supaya para ilmuwan
memiliki landasan berpihak yang kuat. Ini berarti ilmuwan sosial perlu
mempelajari ilmu-ilmu kealaman secara garis besar, demikian pula seorang ahli
ilmu kealaman perlu memahami dan mengetahui secara garis besar tentang
ilmu-ilmu sosial. Dengan demikian antara ilmu yang satu dengan yang lainnya
saling menyapa, bahkan dimungkinkan terjalinnya kerja sama yang harmonis untuk
memecahkan persoalan-persoalan kemanusiaan.
2. Menyadarkan
seorang ilmuwan agar tidak terjebak ke dalam pola pikir “menara gading”, yakni
hanya berpikir murni dalam bidangnya tanpa mengaitkannya dengan kenyataan yang
ada di luar dirinya. Padahal setiap aktivitas keilmuan nyaris tidak dapat di
lepaskan dari konteks kehidupan sosial-kemasyarakatan.
F. Tujuan Filsafat Ilmu
Segala sesuatu yang terdapat di alam ini diciptakan
dengan fungsinya, dengan kata lain bahwa tidak ada materi yang tidak bermanfaat
tak terkecuali lahirnya filsafat ilmu. Amsal Bakhtiar
(2004: 59) mengatakan bahwa lahirnya filsafat ilmu memberikan jawaban terhadap persoalan yang muncul
terutama yang berhubungan dengan pengetahuan manusia. Oleh karena itu, di antara
tujuannya ialah:
1.
Mendalami unsur-unsur pokok ilmu, sehingga secara menyeluruh kita dapat
memahami sumber, hakikat dan tujuan ilmu.
2.
Memahami sejarah pertumbuhan,
perkembangan, dan kemajuan ilmu di berbagai bidang, sehingga kita dapat
gambaran tentang proses ilmu kontemporer secara histories.
3. Menjadi
pedoman bagi para dosen dan mahasiswa dalam mendalami studi di perguruan
tinggi, terutama untuk membedakan persoalan yang alamiah dan non-alamiah.
4. Mendorong
pada calon ilmuan dan iluman untuk konsisten dalam mendalami ilmu dan
mengembangkanya.
5. Mempertegas bahwa dalam
persoalan sumber dan tujuan antara ilmu dan agama tidak ada pertentangan.
Dari beberapa tujuan fisafat ilmu di atas dapat kita
ketahui bahwa filsafat sangat bermanfaat bagi masyarakat, terutama untuk
kalangan perguruan tinggi dan mendorong kita untuk memahami ilmu dan
mengembangkannya. Serta antara ilmu dan agama tidak ada yang bertentangan.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa filsafat adalah ilmu akademis yang mengajak kita untuk
berfikir menurut tata tertib (logika) dengan beban (tidak terikat pada tradisi
dogma dan agama) dan sedalam-dalamnya hingga sampai pada dasar-dasar persoalan.
Filsafat ilmu merupakan suatu akumulasi pemikiran reflektif, radikasi,
sistematis mengenai berbagai personal ilmu dan dalam hubungannya dengan segala
aspek kehidupan manusia. Adalah cabang epistemologi yang menelaah secara
sistematis sifat dasar ilmu, metode-metode, konsep-konsepnya,
praanggapan-praanggapannya, serta letaknya dalam kerangka umum dari cabang
pengetahuan.
Obyek material filsafat ilmu adalah ilmu pengetahuan itu sendiri, yaitu
pengetahuan yang telah disusun secara sistematis dengan metode ilmiah tertentu
sehingga dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Obyek formalnya adalah
hakekat (esensi) pengetahuan, problem-problem mendasar ilmu pengetahuan seperti
apa hakekat ilmu itu sesungguhnya.
Lingkupan filsafat ilmu, meskipun banyak pendapat dari kalangan filosuf,
namun dapatlah ditarik sebuah kesimpulan bahwa dan ruang lingkup tersebut
meliputi dasar, pra-anggapan dan pangkal pendirian ilmu, metodologi ilmu, dan
aneka telaah mengenai saling kait antara berbagai ilmu dan implikasinya bagi
suatu teori alam semesta.
Hasil usaha
manusia untuk mencari hasil kebenaran (filsafat ilmu/ilmu filsafat) dengan
menggunakan metode yang berbeda dan dari hasil pengamatan atau observasi,
menghasilkan suatu persoalan atau problem. Terutama munculnya suatu pandangan
yang berbeda. Karena sama-sama mepertahankan pendapat masing-masing yang telah
diperoleh melalui pengamatan atau empiris masing-masing.
Tujuan
filsafat ilmu ialah mendalami unsur-unsur pokok ilmu, memahami sejarah
pertumbuhan dan perkembangan ilmu, menjadi pedoman bagi para dosen dan
mahasiswa dalam mendalami studi di perguruan tinggi untuk konsisten dalam
mendalami ilmu dan mengembangkanya dan mempertegas bahwa dalam persoalan sumber
dan tujuan antara ilmu dan agama tidak ada
pertentangan.
DAFTAR PUSTAKA
Surajiyo.
2010. Filsafat Ilmu dan Perkembangannya
di Indonesia. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar